Selain keragaman dan kekayaan alam, Indonesia juga terkenal dengan kebiasaan dan tradisi uniknya. Contohnya saja ada tradisi wiwit atau biasa juga disebut juga dengan tradisi wiwitan, salah satu tradisi yang masih dijaga sampai saat ini oleh para petani.
Tidak berbeda dengan tradisi lain seperti tradisi baritan, tradisi wiwit juga digelar dengan penuh semangat dan suka cita. Tradisi ini juga masih dijaga sampai saat ini, bukan hanya untuk menjaga peninggalan leluhur, namun nyatanya pagelaran semacam ini memberikan nilai tersendiri bagi masyarakat di Indonesia.
Nah, bagi Sedulur Yogyaku yang ingin lebih mengenal tradisi ini, maka bisa langsung menyimak informasi lengkapnya di bawah ini.
Mengenal Tradisi Wiwit Petani, Sebuah Tradisi untuk Dewi Kesuburan
Tradisi wiwit merupakan salah satu tradisi yang sangat erat kaitannya dengan para petani di Jawa. Dimana, para petani biasanya menggelar tradisi ini ketika akan memulai proses panen mereka.
Tidak berbeda jauh dengan banyaknya tradisi yang ada di Jawa, maksud tradisi wiwit yang paling utama adalah sebagai selametan atau bersyukur atas hasil panen yang akan segera dipetik.
Tradisi wiwit ini digelar untuk memberikan persembahan pada Dewi Sri, yang dikenal sebagai Dewi Kesuburan. Di Indonesia sendiri, nama Dewi Sri memang sangat melekat kaitannya dengan asal muasal tumbuhan, terutama tanaman padi.
Meski nama Dewi Sri ini lebih bertombak pada cerita legenda dan mitos, nyatanya sampai sekarang masih banyak sekali orang terutama kalangan petani yang menghargai dan mempercayai keberadaan Dewi Sri.
Kata wiwit atau wiwitan sendiri berasal dari bahasa Jawa, yang artinya adalah mengawali, yang tentu maknanya mengawali proses panen padi. Namun, ada juga beberapa orang yang melakukan tradisi ini sebelum mulai bercocok tanam.
Tradisi wiwit juga cukup tersebar di banyak tempat, mulai dari Klaten, Temanggung, dan beberapa daerah lainnya.
Prosesi Penyelenggaraan Tradisi Wiwit, Sederhana Namun Sarat Makna
Karena merupakan tradisi yang hidup di tengah para petani, memulai tradisi wiwit juga biasanya akan dilaksanakan di area persawahan. Para petani dan masyarakat sekitar biasanya mengenakan pakaian khas seperti kebaya sederhana, dan membawa beberapa printilan.
Meski tidak ada daftar khusus, beberapa uborampe atau perlengkapan yang selalu dipersiapkan adalah ingkung ayam, tumpeng, lauk pauk, makanan jajanan pasar dan lain sebagainya.
Selain makanan tadi, ada juga di beberapa daerah yang menyiapkan perlengkapan tambahan seperti kemenyan, air di dalam kendil, bunga mawar hingga kain jarik. Kain jarik ini nantinya akan digunakan untuk membungkus padi yang dipotong oleh tokoh setempat.
Jika semua perlengkapan sudah siap, tokoh yang ditunjuk akan membuka acara dengan melakukan doa bersama. Maksud dari doa adalah meminta keselamatan, hasil panen yang baik, dan tidak lupa menyatakan rasa syukur atas panen yang akan segera dimulai.
Selanjutnya, akan datang tokoh lain yang disebut dengan Pinisepuh. Pinisepuh ini adalah tokoh yang disegani, dan bertugas untuk memotong padi untuk pertama kali. Lalu, padi tersebut pun akan dibungkus oleh kain jarik yang sudah disiapkan sebelumnya.
Jika sudah, maka tumpeng, lauk pauk dan makanan lain yang sudah disiapkan akan dibagikan untuk warga sekitar. Bukan hanya untuk para petani, namun untuk siapa saja yang hadir atau yang tidak hadir sekalipun.
Tradisi semacam ini tentu mengingatkan kembali betapa indah dan damainya hidup berdampingan, meski memiliki minat, profesi dan agama yang berbeda.
Mengulik Makna dan Nilai Moral dari Tradisi Wiwit
Bukan rahasia lagi jika sebenarnya setiap tradisi yang ditinggalkan oleh leluhur dahulu memiliki nilai moralnya tersendiri, tidak berbeda dengan tradisi wiwit. Meski prosesinya cukup sederhana, namun jika dikulik lebih dalam ada cukup banyak nilai moral yang terkandung di dalamnya.
Beberapa diantaranya adalah;
1. Mengandung Nilai Toleransi
Seperti yang sudah disebutkan tadi, berbagai macam perlengkapan yang disiapkan sebelumnya akan dibagikan oleh masyarakat sekitar, tidak peduli dengan latar belakang penerimanya.
Hal tersebut tidak hanya sekadar untuk menyambung tali silaturahmi, namun juga menguatkan nilai toleransi antar sesama manusia yang hidup di tempat yang sama.
2. Mengandung Nilai Gotong Royong
Nilai selanjutnya yang terkandung dalam tradisi wiwit adalah gotong royong. Seperti yang sudah diketahui, dalam sebuah daerah atau misalnya desa yang akan menggelar sebuah acara tertentu, pasti akan membutuhkan orang lain agar segala persiapan dengan baik.
Begitu pula dalam menggelar tradisi ini. Bukan hanya materi, namun tenaga, pemikiran dan lain sebagainya sangat dibutuhkan. Tanpa gotong royong, setiap acara tidak akan berjalan dengan lancar dan semestinya.
3. Mengandung Nilai Spiritual
Nilai moral yang terakhir adalah nilai spiritual. Nilai spiritual disini bukanlah ditandai dengan menyan atau perintilan lainnya. Melainkan keyakinan, rasa memiliki akan sebuah tradisi berharga dan lainnya.
Sehingga, siapa saja yang terlibat akan dengan sepenuh hati mengikuti setiap prosesi, ditambah pula dengan acara doa bersama yang semakin memperbesar rasa spiritualitas siapa saja yang hadir.
Itulah ulasan singkat tentang tradisi wiwit, sebuah kebiasaan di kalangan petani yang ternyata memiliki maksud dan makna yang cukup mendalam. Selain tradisi ini, masyarakat Indonesia juga memiliki tradisi lain yang tidak kalah menarik, contohnya saja tradisi rasulan.
Jika Sedulur Yogyaku merasa penasaran dengan potensi dan tradisi menarik lainnya yang ada di Jogja dan sekitarnya, maka bisa langsung mengakses informasi lengkapnya di laman utama Yogyaku.