Yogyakarta, daerah keistimewaan di Indonesia yang terkenal dengan budayanya yang masih terjaga hingga saat ini. Dari banyaknya tradisi, Upacara Labuhan menjadi salah satu yang masih terus dipertahankan karena memang memiliki makna yang mendalam.
Bagi Sedulur Yogyaku yang masih merasa asing dengan tradisi ini, Labuhan merupakan upacara yang dilakukan oleh Raja-Raja di Keraton Yogyakarta. Dan tentu bukan rahasia lagi, jika ada banyak tradisi disini yang berkaitan dengan magis, baik secara langsung maupun tidak.
Untuk lebih mengenal Upacara Labuhan, yuk simak beberapa informasinya di bawah ini!
Upacara Labuhan, Tradisi di Keraton Yogyakarta yang Masih Lestari
Selain pusaka Keraton Jogja, kota ini juga terkenal dengan tradisi dan kebiasaan yang masih terus dilestarikan. Dari banyaknya tradisi dan upacara, Upacara Labuhan memang masih menjadi salah satu upacara yang cukup menarik dan sering menjadi perbincangan bagi banyak orang.
Jika dilihat dari segi bahasa, Labuhan memiliki makna persembahan. Selain itu, tradisi ini sendiri merupakan rangkaian dari peringatan Tingalan Dalem Jumenengan atau yang memiliki arit bertahtanya Sri Sultan Hamengku Buwono X menjadi Raja Keraton Yogyakarta.
Bagi yang belum tahu, upacara adat satu ini sudah mulai dilaksanakan sejak zaman Kerajaan Mataram Islam, atau tepatnya pada abad ke XVII.
Upacara Labuhan ini merupakan upacara adat yang dilaksanakan oleh Raja-Raja Keraton Yogyakarta. Tujuan utamanya adalah untuk meminta dan memohon keselamatan bagi Kanjeng Sri Sultan, rakyat Yogyakarta dan tentu saja Keraton Yogyakarta itu sendiri.
Meski dilakukan oleh para raja, namun sebenarnya upacara adat ini juga melibatkan banyak pihak, tidak terkecuali masyarakat.
Labuhan juga merupakan salah satu upacara yang sering dihubungkan dengan legenda dan magis. Contohnya saja Upacara Labuhan Parangkusumo yang kerap kali dihubungkan dengan cerita legenda Panembahan Senopati dan Ratu Pantai Selatan.
Tidak berbeda dengan kebanyakan upacara adat seperti tradisi Baritan, prosesi upacara ini juga membutuhkan beberapa perlengkapan yang perlu disiapkan. Untuk upacara ini sendiri, beberapa yang perlu disiapkan adalah kain batik, gunungan, panjenengan dalem yang terbungkus dan dipayungi, hingga kuku dan rambut milik Sri Sultan yang sebelumnya sudah dikumpulkan terlebih dahulu selama satu tahun.
Waktu Pelaksanaan Upacara Labuhan
Upacara adat ini bisa dikatakan sebagai acara adat yang cukup sering dilakukan. Dimana, biasanya upacara ini dilakukan dalam empat waktu. Keempat waktu tersebut adalah:
- Penobatan seorang raja dilaksanakan satu hari setelah Jumenengan
- Peringatan satu tahun penobatan raja dilaksanakan satu hari setelah Singgalang. Peringatan ini juga sering disebut dengan Labuhan Alit
- Labuhan Ageng, dilaksanakan satu kali dalam 8 tahun
- Dilaksanakan ketika ada kondisi atau peringatan tertentu, contohnya saja ketika anak dari Raja menikah.
Selain dari waktunya, ada juga beberapa lokasi di Jogja yang sering dijadikan tempat pelaksanaan upacara tersebut. Beberapa diantaranya adalah Pantai Parangkusumo, Gunung Lawu, Gunung Merapi dan Dlepih Kahyangan.
Mengenal Asal-Usul Upacara Labuhan
Terus dilestarikan hingga saat ini, mungkin tidak banyak orang yang menyangka bahwa Upacara Labuhan ini awalnya dilaksanakan dalam konteks politik. Khususnya pada saat Panembahan Senopati yang merupakan pendiri Kerajaan Mataram Islam mencari dan mengumpulkan kekuatan untuk makin mengukuhkan namanya di Yogyakarta.
Pada saat itu, dukungan yang dibutuhkan Beliau adalah dukungan dari Kanjeng Ratu Kidul, yang memang dikenal sebagai penguasa Pantai Selatan.
Selanjutnya, Panembahan Senopati pun melakukan kerja sama dengan Kanjeng Ratu Kidul. Tujuannya tentu untuk mencapai kehidupan yang adil, damai, sejahtera dan terhindar dari mara bahaya.
Tidak sampai disitu saja, bahkan banyak pihak yang percaya bahwa saat itu Panembahan Senopati dan Kanjeng Ratu Kidul melakukan pernikahan spiritual. Untuk memberikan imbalan atas dukungan yang diterimanya, maka Panembahan Senopati wajib untuk memberikan persembahan yang kemudian digelar dalam Upacara Labuhan.
Filosofi dan Makna Upacara Labuhan
Dalam konteks budaya Jawa, setiap tradisi dan upacara adat yang dilaksanakan memang memiliki maknanya sendiri-sendiri, tidak terkecuali dengan upacara adat Labuhan ini.
Adapun beberapa makna yang terkandung dalam upacara ini adalah sebagai berikut.
1. Makna Kesejahteraan dan Keselamatan
Bagi mereka yang berasal dari luar daerah, mungkin akan sedikit merasa aneh dengan makna yang satu ini. Namun bagi sebagian masyarakat, upacara adat ini adalah sarana yang sakral untuk memohon keselamatan dan kesejahteraan.
2. Makna Penghormatan
Penghormatan yang dimaksud tentu ditujukan pada Kanjeng Ratu Kidul yang merupakan penguasa laut Selatan. Upacara ini juga seakan menggambarkan kesetiaan dan ketaatan kepada entitas yang dianggap memiliki peran penting dalam menjaga kemakmuran Keraton Yogyakarta.
3. Makna Ketahanan Budaya
Sedangkan makna yang tidak kalah pentingnya tentu saja makna ketahanan budaya bagi suatu daerah. Yang mana, dilaksanakannya upacara adat ini membuktikan masih hidupnya budaya Jawa hingga saat ini, di tengah gempuran daya hidup dan pengaruh modern yang semakin mudah ditemui.
Selain upacara adat, menjaga dan memainkan permainan tradisional, alat seni tradisional seperti rinding gumbeng dari Gunung Kidul juga bisa menjaga ketahanan budaya sebuah Negara.
Itulah informasi tentang Upacara Labuhan, salah satu tradisi yang juga menjadi daya Tarik tersendiri, meski tidak semua orang bisa menyaksikan atau ikut andil dalam prosesinya.
Meski sering dikaitkan dengan magis, namun tradisi seperti ini seakan menjadi bukti nyata, bahwa warisan dari leluhur bisa terus lestari jika para penerusnya mau ikut menghormati dan menjaganya.