Berbicara tentang tradisi dan kesenian Jogja seakan tidak pernah ada habisnya. Karena begitu banyak kesenian yang hadir di tengah-tengah masyarakat. Dimana Jathilan Jogja menjadi salah satunya.
Ya, Jogja selain kota dengan berbagai destinasi wisata menarik juga sangat menjunjung tinggi tradisi serta kesenian budaya. Terbukti dengan banyaknya tradisi dan kesenian yang masih dilestarikan di Kota Gudeg ini.
Misalnya seperti tradisi grebeg besar yang dilakukan setiap Idul Adha. Ada juga tradisi Upacara Labuhan atau upacara persembahan, Tradisi Rebo Pungkasan, hingga tradisi bersih desa.
Tidak lupa juga terdapat tradisi baritan yang merupakan sebuah tradisi untuk wujud syukur terhadap nikmat Tuhan Yang Maha Esa atas hasil panen masyarakat yang melimpah di Kulon Progo.
Mengenal Kesenian Jathilan Jogja
Nah, sementara untuk kesenian, salah satu yang paling populer di kalangan masyarakat dan wisatawan adalah Jathilan Jogja ini. Kesenian Jathilan menjadi kesenian yang telah lama berkembang di tengah masyarakat Jogja dan sekitarnya.
Bahkan sampai saat ini, pertunjukannya selalu dinantikan dan diminati oleh masyarakat serta wisatawan. Jathilan berasal dari Bahasa Jawa “njatil” yang berarti meloncat-loncat selayaknya gerakan kuda.
Namun bisa juga diartikan sebagai “jarane jan thil-thilan tenan” yang bermakna “kudanya benar-benar joget tidak beraturan”. Pementasan Jathilan sendiri selain untuk melestarikan kesenian, juga sebagai sarana atau media hiburan masyarakat.
Selain itu, juga sebagai media untuk mempersatukan masyarakat agar memiliki kekuatan untuk melawan segala bentuk penindasan. Jathilan menampilkan figur penari dengan mengapit anyaman berbentuk kuda.
Anyaman kuda tersebut bisa terbuat dari bambu maupun kulit. Dalam hal ini penari berperan sebagai penunggang kuda. Jika diamati, gerakan dalam Jathilan Jogja sangat energik, apalagi jika para penari sudah kerasukan.
Asal-Usul dan Sejarah Jathilan Jogja
Tidak ada sejarah tertulis yang menerangkan tentang kesenian Jathilan Jogja ini. Karena asal-usul Jathilan sendiri berasal dari mulut ke mulut yang sudah ada secara turun-temurun dari zaman dahulu.
Namun terdapat berbagai versi yang diterangkan mengenai asal-usul Jathilan, diantaranya sebagai berikut:
- Pertama. Kesenian Jathilan dianggap sebagai perpaduan antara tarian reog dan tarian kuda, mengingat Jathilan menggunakan “kuda” sebagai propertinya.
- Kedua. Kesenian Jathilan dipercaya memiliki umur yang sama dengan reog Ponorogo, hal ini didasarkan dari cerita-cerita yang selama ini tumbuh dan berkembang di tengah masyarakat.
- Ketiga. Jathilan yang menggunakan kuda tiruan sebagai properti dianggap sebagai bentuk apresiasi dan dukungan masyarakat terhadap perjuangan pasukan berkuda Pangeran Diponegoro dalam menghadapi penjajah pada zaman dahulu.
- Keempat. Jathilan adalah gambaran kisah perjuangan Raden Fatah dari kerajaan Demak dalam misinya melakukan penyebaran ajaran agama Islam di Jawa yang dibantu oleh para walisongo.
- Kelima. Jathilan Jogja mengisahkan latihan perang yang dipimpin langsung langsung oleh Pangeran Mangkubumi yang pada saat itu menyandang gelar Sri Sultan Hamengkubuwono I dalam menghadapi tentara Belanda.
- Sementara dalam versi terakhir menyebutkan bahwa Jathilan ini menceritakan tentang seorang raja dari Tanah Jawa yang sangat sakti dan disegani.
Meskipun hadir dengan berbagai versi yang kebenarannya masih simpang siur dan belum terbukti, itu bukan menjadi masalah besar. Karena yang terpenting, kesenian di Yogyakarta ini tetap dilestarikan dan banyak yang menikmati pertunjukannya.
Makna Kesenian Jathilan Jogja
Seperti halnya sejarah dan asal-usulnya, makna dari Jathilan Jogja pun cukup bervariasi. Ada yang mengatakan bahwa Jathilan menempatkan dan menyajikan kuda sebagai objek sajian.
Sebagian masyarakat percaya bahwa kuda yang dijadikan sebagai properti tersebut merupakan perwujudan binatang totem yang memiliki kekuatan untuk dijadikan spirit dalam kehidupan.
Adapun yang memaknai kuda sebagai sebuah kenikmatan karena jika dilihat dari bentuk fisiknya, kuda memiliki kekuatan yang luar biasa.
Sementara oleh masyarakat Jawa, kuda berkaitan erat dengan mantra-mantra yang menjadikan kuda memiliki kesan erotik, di samping memiliki kekuatan dan keberanian yang luar biasa.
Properti Jathilan Jogja
Dalam pelaksanaanya, terdapat beberapa properti yang digunakan untuk mendukung kesempurnaan tarian Jathilan ini, beberapa properti tersebut antara lain:
1. Kostum dan Busana
Para pelaku Jathilan akan menggunakan kostum atau busana dalam beragam bentuk. Namun yang paling umum digunakan adalah busana dengan warna cerah menyala yang kemudian akan dibalut dengan rompi dan apok.
2. Anyaman Kuda
Properti yang wajib ada dalam pertunjukan Jathilan adalah anyaman berbentuk kuda, lengkap dengan hiasan rambut tiruan yang biasanya terbuat dari plastik, tali rafia, atau sejenisnya dan kemudian dikepang.
3. Cambuk
Cambuk juga dibutuhkan dalam pementasan Jathilan, bisa menggunakan cambuk pendek maupun cambuk panjang. Cambuk pendek biasanya hanya akan digunakan sebagai properti tari.
Cambuk panjang sendiri digunakan oleh pawang apabila para penampil Jathilan mulai mengalami kerasukan.
4. Ikat Kepala
Selain itu, penari juga akan menggunakan ikat kepala yang memutari bagian dahi sampai ke belakang kepala. Warna dan corak ikat kepala yang digunakan biasanya akan disesuaikan dengan warna dari kostum yang akan dikenakan.
5. Aksesoris Tambahan
Aksesoris tambahan yang biasanya dipakai berupa sampur atau selendang sebagai sabuk hias pada pinggang. Ada juga sesumping yang digunakan penari di bagian telinga. Lalu, ada juga gelang emas sebagai hiasan.
Demikianlah ulasan seputar Jathilan Jogja yang sampai saat ini masih terus tumbuh dan berkembang di kalangan masyarakat. Bahkan atraksi-atraksi pertunjukannya masih sangat dinanti.
Sedulur Yogyaku tertarik untuk melihat pertunjukan Jathilan? Selain untuk mengobati rasa penasaran, juga untuk ikut serta dalam melestarikan kesenian budaya yang dimiliki Indonesia. Semoga suatu saat bisa menonton secara langsung, ya!