Daya tarik yang dimiliki kota Jogja tidak lepas dari sejarah Kesultanan Yogyakarta. Salah satu saksi sejarah yang masih ada dan dilestarikan masyarakat, serta menarik untuk dikunjungi wisatawan yaitu Masjid Pathok Negoro.
Selain dilatarbelakangi sejarah kesultanan, hal menarik yang mencuri perhatian wisatawan yaitu lokasi dan arsitektur masjid yang masih sangat original dengan nuansa keraton yang begitu kental.
Dengan sejumlah alasan tersebut, tidak mengherankan bila pathok negoro menjadi salah satu destinasi wajib wisatawan. Bukan tidak mungkin Sedulur Yogyaku juga melakukannya setelah membaca ulasan berikut.
Sejarah Masjid Pathok Negoro
Sejarah Masjid Pathok Negoro berawal dari masa pemerintahan Sri Sultan Hamengku Buwono I. Sekitar tahun 1723-1819, sultan membangun empat masjid megah. Sementara masjid yang kelima diperkirakan berdiri pada tahun 1819.
Di sisi utara dibangun Masjid Sulthoni Plosokuning, di timur adalah Masjid Ad-Dorojatun Babadan, dan di barat bernama Masjid Jami’ An-Nur Mlangi. Sementara di bagian selatan dibangun dua masjid, yaitu Masjid Nurul Huda Dongkelan dan Masjid Taqwa Wonokromo.
Sesuai makna kata Jawa dalam bahasa Indonesia, masjid-masjid ini memiliki fungsi utama sebagai batas (pathok) negara (negoro). Itulah alasan masjid-masjid tersebut mengelilingi kekuasaan kesultanan. Dan secara keseluruhan, lokasi pembangunan masjid tersebut juga melambangkan perlindungan dan pengayom masyarakat.
Keunikan Enam Masjid Pathok Negoro
Berbagai sumber mengatakan masjid pathok Jogja berjumlah empat. Namun, hitungan tersebut termasuk masjid pusat dan masjid pathok terbaru. Artinya, jumlah seharusnya adalah enam, yang mana masing-masing bangunan masjid memiliki keunikan tersendiri.
Nah, berikut keunikan Masjid Pathok Negoro.
1. Masjid Gedhe Kauman (Pusat)
Inilah pusat dari Masjid Pathok Negoro yang juga dikenal sebagai Masjid Agung/Raya Yogyakarta. Masjid Gedhe merupakan salah satu masjid unik di Jogja dengan arsitekturnya yang bernuansa kental keraton.
Atapnya berjumlah tumpang tiga untuk mencerminkan tiga tahapan kehidupan manusia, yaitu syariat, makrifat, dan hakekat. Sementara dalam masjid, hanya terdapat satu ruang utama untuk tempat shalat yang menyimpan sejumlah keunikan.
Bagian dalamnya terdapat atap terbuat dari kayu jati bujur sangkar, lantainya dari marmer Italia, serta terdapat tambak. Keindahan masjid berusia lebih dari 200 tahun ini juga terlihat dari mimbar yang menyerupai singgasana raja, dihiasi ukiran indah seperti berlapis emas.
2. Masjid Plosokuning (Utara)
Masjid Plosokuning termasuk yang banyak mempertahankan keasliannya. Desainnya khas ala rumah tradisional Jawa dengan atap panggang pe. Selain desain kasnya, dua kolam keliling sedalam 3 meter menjadi ciri khas utama yang menyimbolkan bahwa menuntut ilmu harus secara mendalam.
Daya tarik masjid Plosokuning juga terletak pada sejarah pendiriannya. Di mana nama Plosokuning diambil dari nama pohon Ploso berdaun warna kuning berada sekitar 300 meter dari masjid. Sayangnya, pohon tersebut sudah tidak ada lagi sekarang.
Tradisi adat dari era kerajaan pun masih cukup dijunjung masyarakat sekitar masjid. Salah satunya yaitu tradisi untuk mempertahankan penduduk yang tinggal di sekitar masjid merupakan garis keturunan Kyai Mursodo, pendiri Masjid Plosokuning.
3. Masjid Mlangi (Barat)
Selain sebagai batas negara, masjid ini dibangun sebagai bentuk penghormatan kepada Kiai Nur Iman atas jasanya melakukan syiar di daerah Mlangi. Tidak heran, di daerah tersebut terdapat lebih dari 10 pesantren.
Ketika hendak memasuki area masjid, Sedulur Yogyaku akan disambut dengan gapura bergaya arsitektur Jawa kuno. Masuk ke area dalam, Sedulur Yogyaku akan menemukan keunikan seperti Masjid Pathok Negoro lainnya, yakni terbuat dari material kayu jati, berkonstruksi Joglo, dan terdapat kolam.
Beberapa ornamen interior semakin menambah kekhasan sebagai masjid klasik yang bernilai tinggi budaya, seperti bedug kayu besar, lampu gantung yang artistik menghiasi langit-langit, serta hiasan Tauhid dengan ukiran cantik.
4. Masjid Babadan (Timur)
Dilihat dari gaya arsitekturnya, masjid Babadan hampir serupa dengan Masjid Pathok Negara. Meski sempat dipindah dan diabaikan hingga tak terawat, bangunan ini kemudian kembali direnovasi dengan tetap mempertahankan bentuk bangunan aslinya.
Beranjak ke bagian dalam masjid, Anda akan menemukan empat saka atau tiang penyangga dengan ukiran indah dan lampu gantung kuno yang membuatnya tampak seperti pendopo. Jendelanya pun masih terkesan jadul, dengan pemandangan luar komplek makam.
Di balik keunikan tersebut, pendiri dari bangunan masjid ini ialah Kiai Muhammad Faqih. Beliau merupakan kakak ipar dari Sultan Hamengku Buwono I yang diangkat menjadi kepala pathok negara pada tahun 1707.
5. Masjid Dongkelan (Selatan)
Masing-masing masjid Pathok Negoro memiliki sejarah panjang sebelum akhirnya tampil menawan seperti sekarang. Bentuk dari masjid ini menyerupai bangunan Masjid Gede Kauman. Disertai beduk, beserta pegawai pengurus masjid.
Pada masa penjajahan Belanda, Masjid Dongkelan pernah dibakar, lalu direnovasi hingga berkali-kali dengan mempertahankan ciri khasnya.
Cerita sejarah lain mengatakan bahwa masjid diberikan kepada Kyai Syihabuddin yang dijuluki Dongkol (bahasa Indonesia: kecewa). Perubahan ucapan dongkel merupakan awal dinamakan masjid ini.
Dongkol dirasakan beliau karena kecewa Sultan Hamengkubuwono I tidak memberikan janjinya. Yaitu janji setelah beliau membantu mengalahkan Sultan Hamengkubuwono mengalahkan menantunya, Pangeran Sambernyawa, saat berebut tahta.
6. Masjid Wonokromo (Baru)
Masjid ini baru didirikan pada tahun 1819 dengan desain yang sangat sederhana. Seiring berjalannya waktu, bangunan masjid mengalami renovasi dengan banyak perubahan. Beberapa di antaranya yaitu bertembok batu bata, beratap tumpang, dan tempat wudhu dibuat kolam depan serambi.
Perubahan tersebut pastinya disesuaikan dengan budaya kesultanan Jawa. Lalu diperbaiki menyesuaikan zaman, namun tetap khas dan unik. Sedangkan nama masjid diambil dari nama dusun dari lokasi masjid ini dibangun.
Kemudian, ditambahkan nama Taqwa oleh pendirinya, K.H Muhammad Fakih, untuk menyimbolkan rasa toleransi. Di mana masjid tidak hanya boleh dimasuki warga Wonokromo atau orang sholih saja, tetapi siapapun boleh memasukinya.
Itulah tadi informasi mengenai wisata Masjid Pathok Negoro. Dapatkan informasi tujuan wisata di Jogja menarik lainnya hanya di Yogyaku!