Tradisi Brandu, Konon Jadi Biang Kerok Penyebaran Antraks di Gunungkidul

Photo of author

Ditulis oleh Dila Arini

I'm the best served with coffee and a side of sarcasm

Bagi yang berasal dari luar Yogyakarta, salah satu hal yang paling melekat jika mendengar nama Gunungkidul mungkin saja pantai putihnya yang menghampar indah. Namun sebenarnya, Gunungkidul juga memiliki sisi lain, mulai dari mitos Pulung Gantung hingga tradisinya yang tak biasa seperti Tradisi Brandu. 

Mengapa tak biasa? Sebab, jika biasanya tradisi suatu daerah mengarah pada rangkaian prosesi yang khidmat dan penuh makna, Tradisi Brandu malah sering dihubungkan dengan muncul dan menyebarnya penyakit antraks di wilayah tersebut.

Lalu, sebenarnya apa sih Tradisi Brandu dan bagaimana bisa dianggap menyebarkan penyakit yang berbahaya? Yuk simak informasinya di bawah ini!

Mengenal Tradisi Brandu, Tradisi Kontroversi di Gunungkidul

Kontroversi Tradisi Brandu, Sumber: kompas.id
Kontroversi Tradisi Brandu, Sumber: kompas.id

Pulau Jawa terlebih Jogja memang dikenal memiliki banyak sekali tradisi dan kebudayaan yang masih terus dijaga hingga kini. Contohnya saja tradisi Rasulan

Namun, berbeda dengan kebanyakan tradisi yang biasanya digelar dengan khidmat, Brandu malah dikecam oleh banyak pihak karena dianggap membahayakan.

Brandu atau yang sering juga disebut dengan porak atau purak merupakan salah satu kebiasaan yang masih ada di Gunungkidul saat ini. Tradisi ini adalah upaya patungan atau urunan dari masyarakat untuk membantu rekan peternak yang hewan ternaknya sakit atau mati.

Bukan untuk mendapatkan pengobatan, namun untuk membeli daging dari hewan ternak yang biasanya berupa sapi dengan harga lebih murah, kemudian membagikannya. Atau lebih sederhananya, peternak akan memotong paksa hewan ternak yang sakit atau sudah mati.

Selain itu, Tradisi Brandu juga bisa saja dilakukan sendiri oleh peternak, lalu kemudian menjualnya dengan tetangga dan orang terdekat dengan harga yang lebih murah. Para tetangga yang sudah biasa dengan kebiasaan ini biasanya akan menerima dengan suka rela dan tidak merasa khawatir dengan penyakit yang bisa saja menjangkit dan menyebar.

Sampai saat ini, belum ada yang bisa menjelaskan secara terperinci kapan Tradisi Brandu ini mulai dilakukan. Namun yang pasti, tradisi ini sudah ada sejak bertahun-tahun yang lalu, dan harus bisa dihentikan secepatnya.

Bahayanya Tradisi Brandu jika Terus Dilakukan

Bahaya penyakit antraks, Sumber: Kontroversi Tradisi Brandu, Sumber: kompas.id
Bahaya penyakit antraks, Sumber: kompas.id

Seperti yang diketahui, mengonsumsi daging tentu memberikan banyak manfaat bagi tubuh karena mengandung banyak nutrisi. Namun, tentu hal ini akan menjadi kasus yang berbeda jika daging yang dikonsumsi berasal dari hewan sakit atau malah yang sudah mati.

Kebiasaan inilah yang dianggap sebagai salah satu sarana penyebaran penyakit antraks yang selama ini masih sering dijumpai di Gunungkidul. Hal ini juga dibenarkan oleh Balai Besar Veteriner Wates dan Dinas Pertanian dan Pangan Gunungkidul.

Penyakit antraks sendiri merupakan salah satu penyakit yang mudah menyebar dan berbahaya. Di Gunungkidul sendiri sebenarnya sudah ada korban yang meninggal karena penyakit ini, namun masih banyak yang bisa sembuh kembali.

Salah satu ciri utama dari penyakit ini adalah munculnya tanda hitam di kulit seperti arang, sehingga penyebaran penyakit ini akan cukup mudah untuk dideteksi.

Beberapa Aspek yang Membuat Tradisi Brandu Masih Bertahan 

Alasan Tradisi Brandu masih dilestarikan, Sumber: kompas.com
Alasan Tradisi Brandu masih dilestarikan, Sumber: kompas.com

Meski sudah banyak yang menghimbau dan memberi tahu efek negatif yang bisa terjadi karena kebiasaan ini, namun masih banyak masyarakat pedesaan setempat yang tidak bisa menolak. Terlebih karena alasan ekonomi yang memberatkan mereka jika harus membeli daging segar.

Ya, bagi sebagian masyarakat pedesaan, mengonsumsi daging merupakan hal mewah yang hanya bisa dirasakan pada saat-saat tertentu saja. Sehingga, ketika mereka mendapatkan kesempatan, maka akan sangat sulit bagi mereka untuk menolaknya, meskipun mereka tahu ada bahaya yang mengintai.

Bahkan, ada satu kasus yang menggegerkan Indonesia beberapa tahun lalu. Dimana ada warga yang sengaja membongkar kembali sapi yang sudah dikubur untuk diambil dagingnya demi bisa dimasak dan dikonsumsi.

Sedangkan dari sisi peternak, tentu ada dorongan besar dalam dirinya untuk menjaga nilai ekonomi dari hewan ternak mereka, sehingga mereka tidak akan merasa terlalu merugi. Meskipun tidak sedikit pula peternak yang mengaku merasa bersalah karena harus tetap menjual daging hewan ternak mereka meski keadaannya sudah tidak memungkinkan.

Selain itu, jika dilihat dari asas gotong royong di wilayah pedesaan yang masih sangat tinggi, akan sangat berat rasanya melihat salah satu tetangga mereka menderita kerugian sendiri. Maka mereka akan dengan senang hati menolong tetangga yang sedang mendapatkan musibah.

Mengatasi Tradisi Brandu juga bukanlah perkara yang mudah. Selain dari sisi gotong royong yang masih melekat di tengah masyarakat Gunungkidul, usaha peternakan di daerah ini juga biasanya masih belum terlalu besar. Sehingga belum ada tempat khusus untuk proses pemotongan dan pemprosesan daging potong.

Hal ini tentu menjadi PR dari pihak berwenang setempat agar bisa mencari dan menemukan solusi terbaik, sehingga tidak akan ada lagi korban karena tradisi yang tidak sehat. Selain itu, masyarakat setempat pun diminta untuk lebih bijak dalam memilih apa-apa saja yang akan mereka konsumsi.

Itulah informasi tentang Tradisi Brandu, salah satu tradisi yang masih terus ada hingga kini meski dianggap bisa mendatangkan mara bahaya. 

Sebagai orang yang sudah melek dengan ilmu pengetahuan, sangat dianjurkan untuk tidak lagi mengikuti tradisi semacam ini agar bisa menghindari penyakit yang berbahaya.

Meski memiliki tradisi yang cukup berbahaya, namun sebenarnya Gunungkidul masih memiliki potensi wisata dan kuliner yang cukup menarik lho, contohnya saja ungkrung jati yang hanya bisa didapatkan di sini. 

Jadi, jangan langsung merasa takut untuk berkunjung ke sini ya!