Setelah gegap gempita Hari Raya Idul Fitri, ada satu lagi tradisi yang tak kalah menarik, yaitu Tradisi lebaran ketupat. Bagi masyarakat Jawa dan beberapa daerah lain di Indonesia, perayaan ini menjadi momen spesial yang dirayakan seminggu setelah Idul Fitri.
Jika lebaran identik dengan silaturahmi dan makan opor ayam, maka lebaran ketupat lebih dari sekadar menyantap ketupat. Yakni tradisi berkumpul, bersilaturahmi sembari menyantap ketupat yang sarat akan makna. Tradisi ini kaya akan makna filosofis, sosial, dan budaya yang sudah mengakar kuat sejak zaman Wali Songo.
Tradisi lebaran ketupat sendiri sebenarnya sudah dilakukan sejak lama dan turun temurun. Lantas, bagaimana sebenarnya asal-usul tradisi ini? Kenapa harus ketupat, dan bagaimana tradisi ini berkembang di berbagai daerah? Yuk, kita bahas lebih dalam!
Asal-usul Tradisi Lebaran Ketupat


Bicara soal Tradisi lebaran ketupat, kita tak bisa lepas dari peran Sunan Kalijaga. Beliau adalah salah satu Wali Songo yang berperan besar dalam menyebarkan Islam di Pulau Jawa. Dalam dakwahnya, Sunan Kalijaga memperkenalkan dua perayaan setelah Ramadhan, yaitu Bakda Lebaran dan Bakda Kupat.
- Bakda Lebaran adalah sebuah perayaan Idul Fitri yang kita kenal saat ini, dan biasanya dirayakan pada 1 Syawal.
- Bakda Kupat atau Lebaran Ketupat, umumnya dirayakan seminggu setelahnya, tepatnya pada 8 Syawal.
Tujuannya? Untuk memberikan kesempatan bagi umat Islam yang ingin menyempurnakan ibadahnya dengan puasa sunah Syawal selama enam hari. Setelah itu, barulah diadakan syukuran dengan menyajikan ketupat sebagai simbol penyucian diri.
Filosofi Ketupat dalam Tradisi Lebaran Ketupat


Kalau kita lihat lebih dalam, ketupat bukan sekadar makanan biasa. Ada banyak makna filosofis di baliknya, lho!
- Anyaman Ketupat yang Rumit – Menunjukkan bahwa hidup ini penuh dengan kesalahan dan dosa.
- Beras di Dalam Ketupat – Melambangkan hati yang bersih setelah melewati bulan Ramadhan.
- Janur (Daun Kelapa Muda) – Dalam bahasa Jawa, “janur” bisa berarti Jati ning Nur atau hati yang suci.
- Konsep “Ngaku Lepat” – Dalam budaya Jawa, ketupat juga melambangkan pengakuan dosa dan permohonan maaf kepada sesama.
Maka dari itu, dalam perayaan lebaran ketupat, orang-orang sering kali mengadakan sungkeman sebagai simbol permohonan maaf. Jika Sedulur Yogyaku sedang mencari inspirasi kata-kata untuk sungkeman, bisa cek beberapa ucapan sungkem lebaran bahasa Jawa yang penuh makna dan menyentuh hati.
Bagaimana Tradisi Lebaran Ketupat Dirayakan?


Setiap daerah punya cara unik dalam merayakan tradisi lebaran ketupat. Umumnya, tradisi ini diawali dengan membuat ketupat bersama keluarga. Biasanya, ibu-ibu akan berkumpul untuk menganyam ketupat, sementara anak-anak membantu memasak lauk pauknya. Ketupat ini kemudian disajikan dengan opor ayam, sayur lodeh, atau sambal goreng ati.
Beberapa daerah bahkan merayakan lebaran ketupat dengan lebih meriah:
- Di Yogyakarta, masyarakat mengadakan kenduri atau doa bersama di masjid dan langgar. Tak heran jika tradisi lebaran di Jogja selalu menarik perhatian wisatawan karena masih kental dengan nilai-nilai budaya.
- Di Madura, dikenal dengan Tellasan Topak, di mana masyarakat berkumpul untuk menikmati ketupat bersama keluarga besar.
- Di Lombok, perayaan lebaran ketupat diramaikan dengan festival budaya dan berbagai atraksi seni.
- Di Betawi, masyarakat melakukan ziarah kubur dan menyantap ketupat bersama keluarga sebagai bentuk penghormatan kepada leluhur.
Selain itu, ada juga tradisi unik di beberapa daerah, di mana ketupat digantung di pintu rumah sebagai simbol keberkahan dan penolak bala.
Tradisi Lebaran Ketupat di Era Modern


Seiring berkembangnya zaman, Tradisi Lebaran Ketupat juga mengalami perubahan. Kini, tidak hanya diadakan di lingkungan keluarga, tetapi juga menjadi bagian dari festival budaya. Di beberapa daerah, pemerintah setempat bahkan menyelenggarakan parade ketupat dan lomba memasak ketupat untuk menarik wisatawan.
Selain itu, ada juga tren bisnis yang berkembang dari tradisi ini. Banyak orang yang memanfaatkan momen ini untuk berjualan ketupat instan, opor ayam frozen, hingga hampers lebaran ketupat yang bisa dikirim sebagai tanda silaturahmi.
Festival ini juga bisa menjadi daya tarik bagi wisatawan yang ingin merasakan langsung kehangatan tradisi lebaran ketupat. Bahkan, beberapa destinasi wisata mengemas acara ini menjadi atraksi budaya, mirip dengan tradisi menyambut Ramadhan yang selalu dinanti-nanti setiap tahunnya.
Lebaran Ketupat dan Keberlanjutan Budaya


Tradisi ini bukan hanya sekadar perayaan, tetapi juga sarana untuk melestarikan budaya leluhur. Sama halnya dengan tradisi menyambut Ramadhan yang terus lestari dari generasi ke generasi, lebaran ketupat juga menjadi simbol kebersamaan dan kekuatan budaya Indonesia.
Banyak generasi muda yang kini mulai tertarik kembali dengan tradisi ini, terutama dengan adanya berbagai acara komunitas yang mengangkat nilai-nilai budaya Nusantara. Di beberapa desa budaya, anak-anak diajarkan cara membuat ketupat serta dijelaskan makna di baliknya agar tidak punah ditelan zaman.
Tak hanya itu, perayaan ini juga menjadi pengingat bahwa kebersamaan adalah inti dari kebahagiaan. Dalam dunia yang semakin sibuk dan modern, momen-momen seperti lebaran ketupat menjadi pengingat akan pentingnya silaturahmi, saling memaafkan, dan berbagi kebahagiaan dengan sesama.
Jadi, bagaimana dengan Sedulur Yogyaku? Apakah keluarga Sedulur Yogyaku masih merayakan tradisi lebaran ketupat, atau mungkin punya pengalaman unik dalam perayaan ini? Tentunya sebagai generasi muda, mari terus lestarikan budaya warisan nenek moyang kita agar tidak hilang!