Yogyakarta dan wilayah di dalamnya memang terkenal memiliki banyak sekali kebiasaan unik dan tradisi yang menarik. Salah satu tradisi unik di Gunung Kidul Yogyakarta yang masih dilestarikan hingga kini adalah tradisi rasulan.
Jika dilihat sekilas, tradisi atau upacara ini sebenarnya tidak jauh berbeda dengan banyaknya upacara lain yang sering dilakukan pada saat-saat tertentu. Tradisi rasulan di Gunung Kidul sendiri biasanya dilakukan setelah para petani selesai panen hasil kebun atau sawahnya.
Untuk Sedulur Yogyaku yang masih sedikit asing dengan uniknya tradisi rasulan, berikut beberapa informasi lengkap mengenai tradisi yang satu ini.
Rasulan, Tradisi yang Sudah Turun Temurun
Seperti yang sudah disebutkan tadi, acara tradisi rasulan adalah salah satu cara ungkapan syukur para petani setelah masa panen. Secara sederhana, rasulan memiliki makna bersih desa, atau metri desa atau bisa juga disebut dengan selamatan rasul.
Biasanya, tradisi ini dilakukan satu tahun sekali, tidak lama setelah panen selesai. Sudah menjadi salah satu tradisi yang sangat umum di Gunung Kidul, hampir seluruh kawasan dan desa melakukan tradisi ini setiap tahunnya.
Masyarakat setempat percaya bahwa dengan menggelar tradisi ini, mereka akan mendapatkan kesejahteraan dan kesuburan. Sebab, nantinya masyarakat setempat juga akan menggelar doa bersama.
Selain itu, tradisi rasulan juga menjadi sarana untuk memanjatkan rasa syukur kepada Tuhan atas rahmat dan hasil panen yang didapatkan. Sebab, hasil panen merupakan salah satu rezeki yang sangat penting bagi para petani.
Kapan Biasanya Tradisi Rasulan Dilaksanakan?
Seperti yang sudah disinggung tadi, tradisi ini biasanya dilakukan saat atau setelah musim panen. Namun, biasanya setiap desa atau daerah menyelenggarakannya di waktu yang berbeda, namun masih berdekatan.
Hal tersebut tentu karena setiap desa biasanya juga memiliki masa panen yang berbeda. Yang biasanya dipengaruhi oleh cuaca, waktu mulai menanam, kesuburan tanah dan lain sebagainya.
Waktu yang paling umum untuk melaksanakan tradisi ini adalah di bulan Juni hingga Juli, dimana pada saat tersebutlah banyak tanaman mulai bisa dipanen. Selain itu, biasanya tradisi rasulan dilaksanakan hingga beberapa hari.
Apa Saja Prosesi yang Ada Pada Tradisi Rasulan?
Karena biasanya dilaksanakan hingga beberapa hari, maka prosesi tradisi ini bisa dikatakan cukup panjang. Tradisi rasulan biasanya diawali dengan kegiatan kerja bakti atau gotong royong untuk membersihkan lingkungan desa. Tak jarang, dalam kerja bakti ini, dihidangkan panganan khas Gunung Kidul seperti walang goreng dan ungkrung jati.
Mulai pekarangan rumah, jalan, mengecat pekarangan, membersihkan makam, hingga beberapa bagian dari desa tempat mereka tinggal. Bahkan, masyarakat setempat juga biasanya membersihkan balai desa, hingga lingkungan sekolah atau gedung lain yang ada di sekitar desa.
Jika pekarangan rumah dan desa sudah cukup bersih, biasanya masyarakat setempat akan menggelar pagelaran seni budaya. Sebut saja doger, jatilan, wayang kulit, reog Ponorogo dan lain sebagainya.
Selanjutnya, masuklah pada acara puncak dalam tradisi rasulan, yakni karnaval atau kirab yang digelar secara meriah dan besar-besaran. Kirab ini akan dilakukan dengan berjalan bersama dengan menggunakan kostum tertentu mengelilingi desa.
Ketika kirab berlangsung, masyarakat setempat juga menyiapkan banyak sajian hingga tumpeng. Beberapa sajian yang biasanya ditampilkan pada acara ini adalah sayur mayur, jagung, pisang, dan masih banyak lagi hasil panen yang lainnya.
Makanan dan hasil panen yang dibawa berkeliling tadi nantinya akan dibagikan pada seluruh masyarakat setempat. Tidak pula prosesi potong tumpeng yang biasanya disaksikan oleh masyarakat setempat.
Jika prosesi kirab budaya sudah selesai, prosesi selanjutnya adalah melakukan doa bersama di balai dusun atau masjid. Tujuannya untuk meminta keselamatan, ketentraman, kesuburan, dan lain sebagainya.
Doa bersama ini biasanya dipimpin oleh pemuka agama setempat, atau ada juga desa yang mengundang ustadz, kyai atau tokoh agama lainnya dari luar desa. Prosesi doa bersama ini berjalan dengan khidmat.
Bahkan, ada juga beberapa desa yang sekalian membuat acara pengajian dan ceramah agama. Puncak acara ini biasanya didatangi oleh seluruh masyarakat desa setempat. Dimana, selain mendengarkan ceramah, acara ini juga sebagai tempat bersilaturahmi dengan para tetangga.
Nilai dan Filosofi yang Terkandung dalam Tradisi Rasulan
Bagi masyarakat Gunung Kidul, rasulan sudah seperti menjadi lebaran ketiga setelah Idul Fitri dan Idul Adha. Dimana, tradisi ini hampir selalu dirayakan, dengan perasaan ikhlas penuh haru, juga sebagai salah satu bentuk rasa bersyukur.
Bahkan, tidak jarang juga mereka yang merantau atau menetap di luar daerah sengaja pulang kampung untuk bisa ikut merayakan. Bukan tanpa alasan, saat-saat seperti ini juga sering dimanfaatkan sebagai ajang silaturahmi antar masyarakat setempat.
Ketika merayaka tradisi rasulan, masyarakat setempat biasanya juga memasak menu makanan yang istimewa. Salah satu tujuannya adalah untuk menjamu tamu atau kerabat keluarga yang pulang kampung.
Bahkan, di beberapa tempat, banyak juga masyarakat yang bertamu dengan membawa hasil panen seperti beras, dan lain sebagainya. Sebagai informasi tambahan, ada beberapa tempat yang menyebut tradisi rasulan ini dengan nama Mujud.
Itulah informasi lengkap tentang tradisi rasulan yang masih dipertahankan hingga saat ini. Mengetahui tradisi semacam ini tentu akan memberikan pengetahuan yang lebih, tidak hanya bagi masyarakat sekitar, namun juga bagi seluruh penduduk Indonesia.
Jika Sedulur Yogyaku masih penasaran dengan tradisi dan kebiasaan lain yang berhubungan dengan Jogja, langsung saja berkunjung ke laman Yogyaku!