Tradisi Ujung, Simbol Kerukunan Masyarakat Jogja saat Lebaran Tiba

Photo of author

Ditulis oleh Nurul Hidayani

Seorang content writer yang selalu tertarik dengan cerita sejarah dan punya hobi memasak

Tradisi Ujung termasuk ke dalam salah satu tradisi khas Yogyakarta, yang biasanya dilakukan saat lebaran tiba. Tradisi ini bukan sekadar aktivitas biasa, tetapi menjadi simbol kuatnya persaudaraan, kebersamaan, dan juga rasa saling menghormati antar warga.

Seiring berkembangnya zaman yang kian modern, kini Tradisi Ujung yang ada di Jogja secara perlahan mulai memudar. Orang-orang lebih memilih mengirim pesan digital daripada berkunjung langsung. 

Namun, bagi masyarakat yang masih memegang teguh nilai budaya, tradisi ini tetap dijalankan. Tujuannya yakni sebagai bentuk penghormatan terhadap leluhur dan ajaran Islam yang menekankan pentingnya silaturahmi.

Tapi sebenarnya, bagaimana sih sejarah Tradisi Ujung? Apa makna yang terkandung di dalamnya? Lantas, mengapa tradisi ini semakin ditinggalkan, dan bagaimana cara membangkitkannya kembali? Yuk, kita bahas tuntas tentang tradisi lebaran di Jogja ini!

Asal Usul dan Sejarah Tradisi Ujung

Tradisi ujung ketika lebaran, Sumber: regional.kompas.com
Tradisi ujung ketika lebaran, Sumber: regional.kompas.com

Tradisi Ujung sebenarnya sudah ada sejak lama dan telah diwariskan secara turun-temurun oleh masyarakat Jawa, terutama di Yogyakarta. Sederhananya, tradisi ini bisa dibilang sebagai sebuah aktivitas mengunjungi rumah-rumah sanak saudara, tetangga, dan tokoh masyarakat setelah melaksanakan salat Idul Fitri. 

Kegiatan ini bertujuan untuk saling bermaafan dan juga mempererat hubungan sosial antarwarga.

Dulu, sebelum banyaknya moda transportasi seperti sekarang ini, masyarakat rela berjalan kaki berjam-jam hanya untuk berkunjung ke rumah saudara dan tetangga. 

Tentu saja mereka tidak merasa terbebani, justru menikmati momen kebersamaan tersebut. Setiap rumah yang didatangi selalu menyediakan suguhan khas lebaran seperti ketupat, opor ayam, dan kue-kue tradisional.

Menariknya lagi, kegiatan Ujung tidak hanya dilakukan oleh umat Islam. Warga non-Muslim yang tinggal di sekitar kampung juga ikut serta dalam tradisi ini. Mereka saling berkunjung, berbagi cerita, dan menjalin hubungan baik dengan sesama. Inilah yang membuat tradisi ini menjadi simbol nyata adanya toleransi dan juga kerukunan antarumat beragama di Yogyakarta.

Makna dan Filosofi dalam Tradisi Ujung

Ujung dapat mempererat silaturahmi, Sumber: kompas.com
Ujung dapat mempererat silaturahmi, Sumber: kompas.com

Masyarakat Jawa sangat menjunjung tinggi nilai “rasa” dan hubungan sosial. Oleh karena itu, Tradisi Ujung bukan sekadar kebiasaan, tetapi juga memiliki filosofi mendalam.

1. Dapat Mempererat Silaturahmi dan Tali Persaudaraan

Tradisi ini mengajarkan pentingnya menjaga hubungan baik dengan sesama. Saat berkunjung, kita tidak hanya mengucapkan permintaan maaf, tetapi juga menunjukkan kepedulian terhadap orang lain.

2. Menghormati yang Lebih Tua

Dalam budaya Jawa, menghormati orang tua dan sesepuh sangatlah penting. Saat menjalankan Ujung, biasanya anak-anak muda mendatangi rumah para orang tua dan tetua kampung untuk meminta doa restu. Ucapan sungkem lebaran bahasa Jawa seringkali disampaikan sebagai bentuk penghormatan dan permohonan maaf kepada orang yang lebih tua.

3. Menjaga Nilai Gotong Royong

Setiap rumah yang dikunjungi selalu menyediakan hidangan untuk para tamu. Hal tersebut menunjukkan jika masyarakat Jawa masih memegang teguh nilai gotong royong dan juga kebersamaan.

4. Mengajarkan Kesederhanaan dan Keikhlasan

Walaupun sebenarnya tidak ada aturan khusus dalam Tradisi Ujung, tapi masyarakat melakukannya dengan penuh keikhlasan. Tidak ada tuntutan untuk menyediakan makanan mewah atau hadiah bagi para tamu, yang penting adalah niat baik untuk saling bersilaturahmi.

Tradisi Ujung di Berbagai Wilayah di Yogyakarta

Tradisi yang diwariskan secara turun temurun, Sumber: infopublik.id
Tradisi yang diwariskan secara turun temurun, Sumber: infopublik.id

Meskipun mulai berkurang, tradisi ini masih tetap dijalankan di beberapa wilayah di Yogyakarta. Misalnya saja, di Dusun Watububan, tradisi ini masih dipertahankan. Setelah shalat Idul Fitri, masyarakat melakukan sungkeman di rumah masing-masing, kemudian berkunjung ke rumah sesepuh kampung dan tokoh agama.

Di beberapa desa lain, Ujung bahkan dikombinasikan dengan kegiatan sosial. Misalnya, setelah bersilaturahmi, warga juga membagikan makanan kepada mereka yang kurang mampu. Hal ini semakin memperkuat makna dari Tradisi Ujung sebagai bentuk kepedulian terhadap sesama.

Tak hanya di Yogyakarta, Tradisi Ujung juga masih ditemukan di beberapa daerah lain di Jawa Tengah dan Jawa Timur. Bentuknya bisa sedikit berbeda, tetapi esensinya tetap sama, yaitu menjaga hubungan baik antar warga.

Cara Membangkitkan Kembali Tradisi Ujung

Mencerminkan kerukunan dalam lebaran, Sumber: perumperindo.co.id
Mencerminkan kerukunan dalam lebaran, Sumber: perumperindo.co.id

Agar Ujung tetap hidup di tengah masyarakat modern, ada beberapa langkah yang bisa dilakukan untuk membangkitkan kembali tradisi ini, antara lain :

1. Melibatkan Generasi Muda

Anak-anak muda perlu diajak untuk ikut serta dalam tradisi ini. Bisa dengan membuat acara khusus seperti lomba kunjungan terbanyak atau kegiatan sosial yang melibatkan generasi muda.

2. Menggunakan Teknologi Secara Positif

Alih-alih menjadi penyebab hilangnya tradisi, perkembangan teknologi justru bisa dimanfaatkan untuk membangkitkannya kembali. Misalnya, dengan membuat video dokumentasi mengenai tradisi ini atau bisa juga mengajak warga melalui media sosial.

3. Mengombinasikan dengan Tradisi Lain

Tradisi Ujung bisa dikombinasikan dengan tradisi menyambut Ramadhan atau kegiatan berbagi takjil. Dengan begitu, masyarakat akan lebih antusias untuk menjalankannya.

4. Menjadikannya sebagai Daya Tarik Wisata Budaya

Jika dikemas dengan baik, Ujung bisa menjadi bagian dari tradisi Lebaran di Jogja yang menarik untuk para wisatawan. Hal ini tentunya bisa membantu menjaga eksistensi tradisi sekaligus dapat meningkatkan perekonomian masyarakat setempat.

Tradisi Ujung bukan hanya sekadar tradisi tahunan saja, melainkan juga sebagai sebuah warisan budaya yang sarat akan makna. Sayangnya, tradisi ini mulai terkikis oleh kemajuan teknologi dan perubahan gaya hidup masyarakat. Namun, bukan berarti tradisi ini harus hilang begitu saja.

Sebagai generasi penerus, kita bisa berperan dalam menjaga dan melestarikan Tradisi Ujung agar tetap menjadi bagian dari budaya Yogyakarta. Melalui inovasi dan juga semua pihak ikut terlibat aktif, maka tradisi ini bisa kembali menjadi kebiasaan yang dinantikan setiap tahun.

Dengan kata lain, sebagai generasi muda jangan hanya mengandalkan panggilan video atau pesan singkat saja untuk bersilaturahmi atau berkomunikasi. 

Yuk, kita hidupkan kembali Tradisi Ujung dengan saling mengunjungi dan menjalin silaturahmi secara langsung kepada sanak saudara atau tetangga!