Sejarah Stasiun Tugu Jogja, Saksi Bisu Perjuangan Masa Kemerdekaan

Photo of author

Ditulis oleh Dila Arini

I'm the best served with coffee and a side of sarcasm

Masyarakat Jogja dan sekitarnya tentu sudah tidak asing lagi dengan Stasiun Tugu Jogja. Selain karena merupakan stasiun utama di Jogja, sejarah Stasiun Tugu Jogja juga ternyata cukup menarik, dan bisa dikatakan sebagai salah satu perjuangan pada masa kemerdekaan.

Benar sekali, Jogja memang memiliki banyak sekali tempat dan bangunan yang memiliki sejarah cukup panjang. Selain sejarah tentang Stasiun Tugu, sejarah Monumen Jogja Kembali pun sampai saat ini masih sangat menarik untuk disimak.

Nah, untuk Sedulur Yogyaku yang belum tahu, berikut informasi tentang sejarah Stasiun Tugu Jogja. 

Mengulik Sejarah Stasiun Tugu Jogja, Stasiun Paling Ramai di Yogyakarta

Sejarah Stasiun Tugu Jogja, Sumber: kompas.com
Sejarah Stasiun Tugu Jogja, Sumber: kompas.com

Ketika membahas tentang Jogja, ada baiknya tidak hanya terpaku ada wisata dan kulinernya saja. Sebab, Jogja memiliki banyak sekali sisi lain yang menarik untuk dikulik, sebut saja tempat bersejarah hingga Sumbu Kosmologis Yogyakarta yang penuh misteri.

Stasiun Tugu Jogja sendiri sudah ada sejak lama sekali. Dimana, stasiun ini pertama kali beroperasi pada 2 Mei 1887. Bisa dikatakan, stasiun ini merupakan salah satu tempat pemberhentian kereta yang paling tua yang ada di Indonesia.

Sejarah Stasiun Tugu Jogja dimulai sejak tahun 1864. Dimana, pada saat itu pembangunan rel pertama dilakukan di Semarang. 

Pembangunan rel kereta api di kawasan yang berada di bawah kekuasaan Empat Monarki Pecahan Kesultanan Mataram atau yang disebut dengan Vorstenlanden, awalnya dimulai oleh perusahaan milik swasta bernama Netherland Indische Spoorweg Maatschappij atau NISM. 

Pada saat itu, NISM membangun jalur kereta api melalui Surakarta untuk menghubungkan Semarang dan Yogyakarta. Pembangunan dimaksudkan untuk memperlancar distribusi hasil kebun yang banyak berada di kawasan Vorstenlanden. 

Lalu kemudian, di tahun 1872, jalur kereta api pun akhirnya sampai di Yogyakarta. Hal ini ditandai dengan peresmian Stasiun Lempuyangan yang digelar pada 2 Maret 1872. 

Setelahnya, barulah kemudian muncul perusahaan milik pemerintah bernama Staatsspoorwegen atau disingkat dengan SS. Perusahaan tersebut membangun stasiun di bagian barat stasiun Lempuyangan yang pada akhirnya diberi nama Stasiun Yogyakarta atau Stasiun Tugu.

Stasiun Tugu yang berhasil dibangun oleh perusahaan SS pun akhirnya resmi dibuka pada tanggal 2 Mei 1887. Yang artinya, stasiun ini beroperasi 15 tahun setelah Stasiun Lempuyangan berjalan.

Menjadi Saksi Kemerdekaan Indonesia

Stasiun Tugu Jogja yang indah, Sumber: liburmulu.com
Stasiun Tugu Jogja yang indah, Sumber: liburmulu.com

Salah satu bagian menarik dari sejarah Stasiun Tugu Jogja adalah menjadi saksi kemerdekaan Indonesia. Dimana, pada awalnya Stasiun Tugu ini digunakan sebagai persinggahan pengangkutan hasil bumi Jawa Tengah.

Seiring dengan berjalannya waktu, pada tahun 1905, Stasiun Tugu mulai beroperasi untuk melayani penumpang. Selanjutnya, stasiun ini juga mulai digunakan sebagai perantara bagi Pejabat Belanda yang melakukan perjalanan.

Pada saat itu, pemerintah Belanda menguasai penuh stasiun ini, hingga pada akhirnya di bulan Maret 1942 pemerintah Jepang berhasil mengambil alih Stasiun Tugu. 

Di masa perjuangan kemerdekaan Indonesia, Stasiun Tugu menjadi tempat kedatangan dan pemberangkatan para pahlawan dan pejuang. Meski ketika sudah merdeka sampai September 1945, Jepang masih menguasai stasiun ini.

Selanjutnya, Indonesia baru bisa menguasai Stasiun Yogyakarta sepenuhnya pada 28 September 1945. Dimana, pada saat itu Angkatan Muda Kereta Api mampu merebut kekuasaan dari Jepang. 

Setelah perebutan kekuasaan tersebut, Stasiun Yogyakarta berada di bawah naungan Djawatan Kereta Api Repoeblik Indonesia atau DKARI, sehingga semua kepengurusan dan pengelolaan dilakukan oleh pihak DKARI.

Selain itu, Stasiun Tugu juga pernah menjadi saksi sejarah berpindahnya Ibu Kota Indonesia, yang awalnya berada di Jakarta kemudian berpindah ke Yogyakarta. Dengan perpindahan tersebut, lalu lintas di stasiun ini pun menjadi lebih ramai dari yang sebelumnya.

Pada saat itu, di tanggal 4 Januari 1946, rombongan presiden dari Jakarta ke Yogyakarta pun menggunakan stasiun ini. Pemindahan ibu kota pada saat itu dipicu oleh kedatangan sekutu yang diboncengi NICA dan mengancam keamanan Jakarta.

Mengenal Arsitektur Stasiun Tugu Jogja

Salah satu stasiun paling ramai di Jogja, Sumber: id.m.wikipedia.org
Salah satu stasiun paling ramai di Jogja, Sumber: id.m.wikipedia.org

Setelah menyimak sejarah stasiun Tugu Jogja tadi, tidak lengkap rasanya jika Sedulur Yogaku tidak sekaligus mengulik arsitektur bangunan ini. Ketika dilihat, stasiun ini memiliki keunikan, dimana bangunannya diapit oleh jalur kereta api dan peron.

Selain itu, bagian depan bangunannya seakan menampakkan ciri khas arsitektur langgam Indische Empire, yang sangat populer pada abad ke 19.

Seiring dengan berjalannya waktu, bangunan Stasiun Tugu Jogja pun mengalami beberapa perubahan. Salah satunya pada tahun 1925, bagian pintu masuk stasiun mendapatkan renovasi dengan ditambahkan tiang persegi delapan buah.

Kemudian, pada tahun 1927 halaman stasiun pun mulai diperluas. Dan kemudian bangunannya diubah menjadi bangunan dengan gaya Art Deco. Hal ini juga menjadi pertanda mulai masuknya arsitektur modern.

Sentuhan Art Deco tersebut bisa dilihat dari adanya adanya garis horizontal dan vertikal, hingga lubang-lubang roster yang difungsikan sebagai lubang angin sekaligus memberikan aksen tersendiri yang khas.

Itulah beberapa informasi tentang sejarah Stasiun Tugu Jogja. salah satu bukti bahwa bangunan seperti ini ternyata bisa memiliki nilai histori yang cukup panjang, sehingga tidak jarang seseorang sengaja memilih stasiun ini agar sekalian bisa mengamati dengan langsung keadaan di sekitarnya.

Nah, untuk Sedulur Yogyaku yang memilih stasiun ini sebagai tempat pemberhentian, jangan lupa untuk sekaligus mencoba bakpia kukus Tugu Jogja, salah satu kuliner khas Jogja yang unik dan nikmat yang sayang sekali jika dilewatkan begitu saja.