Meski terkenal sebagai Kota Pelajar, namun kasus tawuran pelajar di Jogja masih saja terjadi. Walaupun tak merugikan masyarakat secara langsung, fenomena ini begitu meresahkan. Dimana setiap lapisan masyarakat tentu berharap kasus tawuran tidak lagi terjadi.
Tetapi harapan itu masih jauh dari kenyataan. Sebab dalam setahun saja, kasus tawuran di Jogja masih begitu banyak. Bahkan belum lama ini, tepatnya pada bulan Mei kemarin masih terjadi tawuran. Kasus yang sebenarnya mencoreng nama Kota Jogja serta warganya.
Lantas sebenarnya mengapa kasus semacam ini masih saja terjadi? Dan kapan kasus tawuran di Kota Pelajar akan berhenti? Simak ulasan berikut!
Kesalahan Pihak Sekolah?
Saat terjadi kasus tawuran, pasti pertama yang akan disalahkan adalah pihak sekolah. Dimana sekolah menjadi tempat pelajar dididik. Dan akhirnya tenaga pengajar atau guru lah yang dituduh tidak profesional dalam menjalankan profesinya.
Kesimpulan yang seperti ini bukanlah hal yang bijaksana. Sebab sebagai tenaga pengajar, para guru telah berjuang sedemikian rupa dalam penyelenggaraan pendidikan.
Tuntutan para guru masa kini begitu banyak. Selain mereka diharuskan bisa melakukan proses kegiatan belajar mengajar (KBM), mereka juga dituntut oleh administrasi. Dimana ha inilah yang seringkali membuat para guru stress.
Dengan demikian ketika terjadi kasus tawuran antar pelajar SMK misalkan, maka belum tentu pihak sekolah yang salah. Baik SMK swasta di Jogja maupun SMK negeri, pihak sekolah tentu telah berupaya maksimal dalam mendidik muridnya.
Para guru hanya menjalankan sistem yang diterapkan. Dimana sistem pendidikan di Indonesia begitu sering berubah. Dan perubahan kurikulum yang tidak berkesinambungan tidak akan mampu mengantar pelajar pada tujuan yang semestinya.
Sebab dalam pengelolaan pendidikan tujuannya tidak hanya menyediakan SDM yang berdaya saing. Jika fokus pendidikan hanya untuk yang demikian, maka tidak heran jika para pelajar memiliki sifat keras. Mereka akan bersaing antar sekolah, bukan dalam kebaikan namun dalam gengsi dan kekerasan.
Apalagi jika pendidikan bertujuan untuk mendidik karakter. Maka hal itu tentu tidak akan tercapai. Sebab karakter adalah bawaan manusia. Sesuatu yang tercipta dari pencerapan pikirannya terhadap realita kehidupan yang dijalani.
Dengan demikian maka sebaiknya jangan sampai menyalahkan pihak sekolah saat terjadi tawuran. Terlebih menyalahkan para guru yang mereka telah berjuang mendidik para generasi. Sampai kapan pun itu, guru tetaplah pahlawan tanpa tanda jasa.
Menjamurnya Sekolah Bukan Solusi
Di Kota Jogja jumlah sekolah begitu banyak. Baik itu sekolah negeri maupun swasta, total jumlahnya hingga mencapai ribuan. Menurut data dari depo.kemendikbud.go.id, total sekolah di Jogja telah mencapai angka 7.712 sekolah.
Dengan jumlah sekolah yang fantastis ini, ternyata belum bisa menjadi solusi. Para pelajar khususnya yang telah menginjak masa remaja, masih dijumpai terlibat tawuran. Baik di jalan-jalan maupun di tempat publik yang lain.
Kasus yang masih saja terjadi ini akhirnya memicu berbagai asumsi terutama bagi orang tua. Ada sebagian dari orang tua yang menilai, terjadinya tawuran karena adanya kesempatan waktu. Dimana para pelajar melakukan hal itu sebab telah keluar dari lingkungan sekolah.
Orang tua pun banyak mencari solusi alternatif agar anaknya mendapatkan lingkungan belajar yang penuh. Saat masuk usia remaja dan selesai menempuh SMP, banyak orang tua yang memasukkan anaknya ke SMA Boarding School di Jogja.
Sekolah sistem boarding yang mewajibkan setiap pelajar tinggal di sekolah secara penuh menjadi harapan baru setiap orang tua. Orang tua berharap saat anaknya tidak keluar sekolah, mereka terbebas dari kasus tawuran.
Satu sisi hal itu merupakan kesimpulan yang benar. Tetapi dalam sisi yang lain, ada kekurangan dari sistem boarding. Dimana kurangnya anak-anak bersosial akan membuat mereka kurang peka. Untuk hidup di lingkungan masyarakat, manusia membutuhkan kepekaan sosial.
Dengan demikian meskipun sekolah dengan sistem boarding diperbanyak, tetap tidak akan menjadi solusi. Sebab lingkungan boarding school yang baik hanyalah parsial. Dimana ketika anak-anak liburan, mereka akan kembali ke kehidupan masyarakat. Lingkungan yang bisa saja memberi pengaruh.
Kapan Kasus Tawuran Pelajar Berhenti?
Menurut banyak ahli, masa remaja adalah masa pencarian jati diri. Dimana masa itu adalah masa yang rentan bagi mereka. Sehingga tidak mengherankan jika ada pelajar yang mengekspresikan jati dirinya dalam tawuran dan kekerasan.
Untuk menghentikan kasus tawuran pelajar, ada banyak hal yang perlu diwujudkan. Tawuran tidak akan berhenti meskipun masyarakat dan sekolah telah bekerja sama dengan baik. Sebab kedua unsur ini masih kurang kuat untuk menghentikan tawuran. Jika hanya meredam, bisa.
Maka tawuran akan berhenti jika terjadi kerjasama yang baik dari berbagai unsur. Baik itu pemerintah, masyarakat dan pihak sekolah.
Dimana pemerintah bisa memfasilitasi tidak hanya dengan menyiapkan kurikulum yang baik dengan tujuan yang jelas. Dimana tujuan pendidikan yang sebenarnya adalah membentuk kepribadian generasi. Dimana tujuan itu perlu ditempuh dengan cara-cara yang benar dan efektif.
Selain dalam hal itu, pemerintah bisa menyiapkan instrumen lain. Dalam penanganan pelajar yang tawuran misalkan. Perlu dibuat skema hukum tertentu agar pelajar yang tawuran jera ketika mereka telah mendapat hukuman.
Dengan kerjasama yang baik, tentu akan tercipta lingkungan yang efektif untuk membentuk kepribadian setiap generasi. Generasi yang memiliki kepribadian matang akan lebih mudah untuk diarahkan. Baik dalam peningkatan skill maupun dalam berbagai bidang lain.
Maka hasilnya tidak hanya generasi yang menjadi SDM mumpuni, namun generasi yang peduli pada negeri. Generasi yang bisa mengantarkan pada harapan bangsa.
Nah apakah Sedulur Yogyaku sependapat dengan ulasan dari Yogyaku? Jika ada pendapat lain, silahkan Sedulur Yogyaku menuliskannya dalam kolom komentar.