Meningkatnya fenomena open BO Jogja di kalangan pelajar dan mahasiswa menjadi isu yang sangat meresahkan bagi masyarakat. Praktik yang melibatkan penawaran layanan intim secara terbuka ini menunjukkan adanya kemerosotan nilai moral di kalangan generasi muda.
Bahkan menurut data yang kami telusuri, Kota Jogja memiliki tarif yang tertinggi dibandingkan kota-kota lain. Angkanya mencapai Rp 1.375.000 untuk short time dan Rp 14.250.000 untuk long time.
Tarif Open BO Berdasarkan Survei CNCB
CNCB intelligence unit telah melakukan survei untuk mendapat gambaran tarif rata-rata sekali open BO di seluruh Indonesia. Survei dilakukan di 59 akun Twitter/X dengan rata-rata followers sekitar 3 ribuan.
Shot Time
- Nasional sebesar Rp 1.117.000
- Yogyakarta sebesar Rp 1.375.000
- Bandung sebesar Rp 1.218.000
- Jakarta sebesar Rp 1.047.000
- Surabaya sebesar Rp 966.000
- Lampung sebesar Rp 950.000
Long Time
- Nasional sebesar Rp 13.541.000
- Yogyakarta sebesar Rp 14.250.000
- Bandung sebesar Rp 9.333.000
- Jakarta sebesar Rp 8.845.000
- Surabaya sebesar Rp 13.000.000
- Lampung sebesar Rp 14.000.000
Dari survei tersebut didapat gambaran bahwa rata-rata sekali open BO mereka akan meraup keuntungan sebesar Rp 1.117.000 untuk durasi sekitar 1 jam atau short time. Sedangkan untuk long time atau 24 jam sebesar Rp 13.541.000.
Apa Bedanya dengan Prostitusi Konvensional?
Di jaman yang serba modern seperti saat ini penggunaan media sosial seolah sudah menjadi kebutuhan primer. Tidak bisa dipungkiri, jaringan internet memang mampu mengubah gaya hidup manusia baik itu yang positif maupun negatif.
Jika jaman dulu para pekerja seks komersial menjajakan diri di pinggir jalan atau rumah bordil, saat ini mereka memanfaatkan media sosial untuk melakukan kegiatan open BO (booking out).
Jadi maraknya kasus open BO Jogja tentu tidak bisa dipisahkan dari peran media sosial. Berikut ini adalah beberapa perbedaan open BO dan prostitusi konvensional yang perlu diketahui oleh Sedulur Yogyaku untuk menambah pengetahuan.
1. Keterbukaan Identitas
Keterbukaan identitas menjadi ciri khas open BO Jogja yang sangat mencolok. Para pelaku open BO seringkali memanfaatkan media sosial atau platform digital untuk mempromosikan layanan seks yang mereka tawarkan.
Mereka secara langsung berinteraksi dengan calon pelanggan. Bahkan mereka berani menampakan foto-foto di media sosial lengkap dengan lokasi dan tarif yang bisa diakses oleh siapapun.
Hal sebaliknya terjadi pada prostitusi konvensional yang cenderung lebih tertutup. Kegiatan prostitusi konvensional dilakukan secara sembunyi-sembunyi. Para pelanggan harus mencari layanan prostitusi di jalanan tertentu, tempat hiburan malam, atau tempat lokalisasi.
Perbedaan tersebut mencerminkan perubahan yang signifikan dimana teknologi dan media sosial memainkan peran yang sangat besar membentuk kebiasaan baru di dunia prostitusi.
2. Kelompok Pelaku
Para pelaku open BO Jogja sebagian besar merupakan generasi muda yang masih aktif sebagai pelajar dan mahasiswa. Tentu saja ada banyak sekali faktor yang melatarbelakangi maraknya open BO di kalangan pelajar dan mahasiswa.
Gaya hidup hedon dan tekanan sosial dalam lingkungan pergaulan bisa mempercepat keterlibatan mereka dalam praktik open BO. Mereka biasanya memiliki gaya hidup tinggi seperti suka belanja barang branded, staycation, liburan, perawatan, atau dugem.
Meskipun tidak semua, para pelaku prostitusi konvensional merupakan mereka yang melakukan pekerjaan karena motif ekonomi dan kesulitan dalam mencari kerja. Taraf ekonomi yang rendah membuat kebutuhan tidak terpenuhi.
Salah satu cara mudah untuk keluar dari kesulitan yaitu dengan menjadi pekerja seks komersial. Biasanya para pekerja seks konvensional juga memiliki pendidikan rendah dan minim keterampilan.
3. Resiko Keamanan
Para pelaku prostitusi open BO Jogja dihadapkan pada tantangan keamanan yang lebih besar. Ini disebabkan karena keterbukaan interaksi lewat internet dengan orang asing. Salah satu contoh kasus yang cukup menggemparkan yaitu kasus mutilasi di Kota Sleman.
Seorang wanita berinisial A ditemukan tewas di tangan pelanggannya dalam kondisi tubuh terpotong di dalam sebuah wisma atau tempat penginapan di daerah Kaliurang, Sleman. Dari kasus ini bisa dilihat bahwa interaksi dengan orang asing melalui sosmed sangat rentan terhadap tindak kejahatan.
Di sisi lain para pelaku prostitusi konvensional memiliki kontrol yang lebih besar karena mereka beroperasi di lingkungan yang lebih terstruktur. Keberadaan lokasi yang jelas memungkinkan mereka memiliki standar keamanan yang lebih baik.
Meskipun demikian tentu saja tidak menutup kemungkinan para pelaku pekerja seks konvensional juga akan mengalami tindak kejahatan dari para pelanggannya.
Apa Solusi untuk Mengatasi Fenomena Open BO?
Solusi untuk mengatasi fenomena open BO di kalangan pelajar dan mahasiswa tentu harus melibatkan semua pihak. Permasalahan harus diatasi mulai dari individu, keluarga, masyarakat, hingga pemangku kebijakan.
1. Meningkatkan Keimanan
Maraknya fenomena open BO Jogja tentu tak lepas dari lemahnya iman dan taqwa kepada Allah Subhanahu Wa Ta’ala. Pada dasarnya keimanan dan ketakwaan menjadi landasan bagi seseorang dalam menjalani kehidupan.
Dengan meningkatkan keimanan dan ketakwaan, diharapkan seseorang akan lebih kuat menjalani kehidupan dan tidak mudah tergoda dengan nafsu sesaat yang menjerumuskan ke dalam dosa dan kehinaan.
2. Dukungan dari Keluarga
Kemiskinan dan ketidakmampuan orang tua memenuhi gaya hidup anaknya memang menjadi salah satu alasan mengapa orang rela menjual dirinya. Kurangnya dialog dan keterbukaan dengan orang tua juga bisa memicu seseorang berakhir pada tindak pelacuran.
Komunikasi secara terbuka antar anggota keluarga memungkinkan adanya pemahaman mendalam terhadap kondisi mental dan masalah yang dihadapi oleh anak-anak. Keluarga bisa memberi bimbingan untuk mengurangi resiko keterlibatan mereka dengan praktek open BO.
Pada dasarnya keluarga memang menjadi pondasi utama dalam membentengi anak supaya tidak terjerumus dalam perilaku seks bebas. Keluarga memiliki tanggung jawab memberi pendidikan agama supaya anak memahami batasan moral dalam konteks seksualitas.
3. Meningkatkan Kesadaran Masyarakat
Gaya hidup mewah dan standar hidup yang tinggi bisa mendorong seseorang untuk melakukan open BO. Gaya hidup seperti ini sudah mulai masuk di lingkungan pendidikan formal.
Banyak pelajar SMP, SMA, dan mahasiswa yang melakukan open bo karena tidak ingin kalah pamor dengan rekan seusianya. Gaya hidup yang materialistis dan hedon bisa menciptakan tekanan sosial untuk mencapai standar kehidupan yang serupa.
Hal itu mendorong para pelajar dan mahasiswa mencari cara instan untuk mendapat cuan, yaitu dengan open BO. Solusi untuk mengatasinya tentu saja meningkatkan kesadaran masyarakat akan pentingnya hidup sederhana.
Selain itu masyarakat juga perlu memberi pemahaman akan dampak negatif gaya hidup berlebihan dan menekankan pentingnya pencapaian yang didasarkan pada usaha yang halal.
4. Memperkuat Penegakan Hukum
Untuk solusi yang satu ini memang hanya bisa dilakukan oleh pemerintah selaku pihak yang memiliki kewenangan. Ketegasan pemerintah dalam menindak dan memberi sanksi para pelaku open BO harus semakin digalakkan.
Karena seperti kita tahu, selama ini aparat penegak hukum masih sangat lemah dalam mengawasi tindak kejahatan di dunia maya. Bahkan ada oknum aparat yang justru ikut terlibat membekingi prostitusi online karena menerima kucuran dana.
Fenomena open BO Jogja di kalangan pelajar dan mahasiswa mencerminkan kemerosotan nilai moral dan tekanan gaya hidup mewah. Tarif tinggi dan keterbukaan identitas melalui media sosial menunjukkan transformasi dramatis dalam praktek prostitusi.
Masalah ini siapa yang akan bertanggung jawab? Tentu masing masing dari diri kita memiliki andil dalam menangkal fenomena ini. Baik sebagai individu, keluarga, masyarakat maupun yang memegang kebijakan. Masing masing memiliki tanggung jawab sesuai dengan domain masing-masing.
Sampai kapan coreng hitam ini akan mengotori wajah peradaban kita? Tentu jawabannya ada pada keseriusan kita dalam melakukan perubahan sesuai dengan kemampuan yang dimiliki.