Rinding Gumbeng, Kesenian Khas Gunung Kidul Perlambang Rasa Syukur

Photo of author

Ditulis oleh Dila Arini

I'm the best served with coffee and a side of sarcasm

Kekayaan dan potensi tradisi yang dimiliki oleh Indonesia memang seakan tidak ada habisnya. Bahkan, hampir setiap wilayah memiliki tradisinya masing-masing, seperti Rinding Gumbeng yang ada di Desa Beji, Ngawen, Gunung Kidul, Jogja.

Secara sederhana, Rinding Gumbeng adalah sebuah kesenian musik tradisional yang yang sangat mencerminkan kehidupan sehari-hari di Desa Beji. Karena kesenian ini cukup terkenal, rasanya tidak heran jika wilayah ini termasuk dalam salah satu desa wisata di Jogja yang menarik.

Ingin mengulik lebih dalam tentang keunikan Rinding Gumbeng di Gunung Kidul? Yuk simak informasi lengkapnya berikut ini!

Mengenal Rinding Gumbeng, Kesenian yang Pamerkan Kesederhaan 

Alat musik Rinding Gumbeng, Sumber: squarespace-cdn.com
Alat musik Rinding Gumbeng, Sumber: squarespace-cdn.com

Jika menyebut nama Rinding Gumbeng, sebenarnya ada cukup banyak elemen yang terbayangkan dalam benak siapa saja yang mendengarnya. Namun, rasanya siapa saja bisa sepakat bahwa nama kesenian ini sangat erat kaitannya dengan sosok “imajiner” bernama Dewi Sri.

Meski tidak ada yang bisa menjelaskan secara berurutan, namun nama Dewi Sri cukup erat kaitannya dengan sejarah Rinding Gumbeng. Dimana, pada zaman dahulu dipercaya bahwa Dewi Sri yang dianggap dewa penjaga padi akan merasa senang pertunjukan ini digelar, dan hasil panen berikutnya akan lebih banyak  dan berlimpah.

Pada zaman dahulu, para petani biasanya mengarak hasil panen mereka dengan cukup meriah mengelilingi desa. Tujuan dari arak-arakan ini adalah mempersembahkan hasil panen pada Dewi Sri.

Dengan persembahan tersebut, para petani dengan suka cita mensyukuri hasil panen mereka, sekaligus mengajukan permohonan agar hasil panen selanjutnya akan lebih baik, dan terjauhkan dari berbagai macam kendala yang bisa merugikan para petani.

Secara sederhana, Rinding Gumbeng merupakan alat musik tradisional yang berasal dari bambu yang memiliki senar, dan cara memainkannya adalah dengan meniupnya. Jika dilihat secara sekilas, bentuk dari alat musik ini cukup sederhana, kecil dan pas ketika ditiup.

Ukuran dari alat musik ini hanya sekitar 25 cm dan tebalnya sekitar 2 mm saja. Meskipun bentuknya sederhana, namun ketika ditiup akan mengeluarkan bunyi yang indah, merdu dan menentramkan hati.

Latar Belakang dan Sejarah Rinding Gumbeng, Bagian Hidup Masyarakat Sekitar 

Meski tidak ada orang yang bisa menjelaskan secara tepat kapan kesenian ini mulai muncul, namun masyarakat setempat percaya bahwa kesenian ini sudah ada sejak bertahun-tahun yang lalu. 

Dimana, sejak zaman dahulu para petani yang menghabiskan waktunya di sawah atau kebun, kesenian yang satu ini juga mulai muncul. Bukan hanya sekadar hiburan semata, kesenian ini juga menjadi salah satu sarana para petani untuk menyatakan perasaan syukur mereka atas hasil panen yang melimpah.

Apa Saja yang Ditampilkan dalam Pertunjukan Rinding Gumbeng? 

Pertunjukan Rinding Gumbeng, Sumber: tstatic.net
Pertunjukan Rinding Gumbeng, Sumber: tstatic.net

Seperti yang sudah disebutkan tadi, pertunjukan Rinding Gumbeng adalah salah satu kesenian yang cukup sederhana. Hal ini juga sejalan dengan kostum yang digunakan ketika sedang melakukan pertunjukan.

Ketika Rinding Gumbeng dipentaskan, para penari biasanya hanya akan menggunakan kostum yang berwarna hitam. Lalu pada bagian kepala biasanya akan menggunakan kain bercorak batik yang tetap sederhana.

Untuk personil wanita atau yang biasa disebut dengan penyekar akan menggunakan baju kebaya. Bukan seperti kebaya modern zaman sekarang yang penuh payetan, namun kebaya yang digunakan adalah kebaya sederhana dengan motif lurik yang khas.

Awalnya, kesenian musik ini hanyalah kesenian sederhana yang dimainkan secara sukarela. Namun, seiring dengan perkembangan zaman, kesenian ini semakin dikembangkan agar tidak punah tertinggal zaman.

Terbukti, saat ini alat musik Rinding Gumbeng juga sering diikutsertakan untuk mengiringi musik keroncong, dangdut, dolanan bocah alias permainan tradisional Jogja, bahkan hingga campursari.

Selain itu, beberapa alat musik yang juga berasal dari bambu adalah gumbeng, rinding, kendang, kecrek, gong dan lain sebagainya.

Filosofi dan Makna Kesenian Rinding Gumbeng 

Kesenian Rinding Gumbeng, Sumber: jeyjingga.com
Kesenian Rinding Gumbeng, Sumber: jeyjingga.com

Setiap tradisi dan kebiasaan yang masih dilestarikan sejak zaman dahulu memang biasanya memiliki nilai dan filosofi tersendiri, bahkan meskipun bagi beberapa orang yang menganggapnya kurang masuk akal.

Langsung saja, berikut beberapa nilai yang terkandung dalam kesenian Rinding Gumbeng. 

1. Makna Kebersamaan

Dari uraian di atas, mungkin sudah banyak orang yang bisa menebak bahwa nilai kebersamaan adalah salah satu point yang sangat penting. Bukti paling konkritnya adalah para petani yang siap saling membantu, dan bekerja bersama-sama demi mendapatkan hasil panen yang baik.

2. Makna Kesederhanaan

Makna lain yang coba diangkat dalam kesenian ini adalah kesederhanaan. Dimana, para petani yang mendapatkan hasil akan merayakannya dengan kesederhanaan, dan tetap saling berbagi. 

3. Menjaga Silaturahmi

Tidak berbeda jauh dengan nilai yang pertama tadi, kesenian Rinding Gumbeng juga menjadi ajang untuk bersilaturahmi dengan orang-orang terdekat, terutama bagi sesame petani yang tentu akan terus bersinggungan dan saling membutuhkan satu sama lain.

Itulah informasi tentang kesenian Rinding Gumbeng, salah satu kesenian tradisional yang ternyata masih terus bertahan hingga saat ini di tengah gempuran musik modern. Mengenal kesenian tradisional semacam ini tentu penting bagi rakyat Indonesia, sebab bisa menumbuhkan rasa cinta terhadap negara yang lebih besar lagi.

Nah, jika Sedulur Yogyaku merasa penasaran dengan kesenian tradisional hingga hal-hal menarik lainnya yang berhubungan dengan kota Jogja, maka bisa langsung mencarinya di laman utama Yogyaku!