Tradisi Mubeng Beteng, Bagaimana Sejarahnya?

Photo of author

Ditulis oleh Dila Arini

I'm the best served with coffee and a side of sarcasm

Soal tradisi dan kebudayaan, Yogyakarta memang salah satu juaranya di Indonesia. Bagaimana tidak, Kota Pelajar ini sampai sekarang terkenal masih menjaga teguh berbagai macam tradisi yang sudah turun temurun, salah satunya adalah tradisi Mubeng Beteng.

Bagi yang berasal dari luar Jawa, mungkin masih sedikit merasa asing dengan tradisi yang satu ini. Mubeng Beteng sendiri merupakan tradisi yang berkaitan dengan menyambut datangnya malam Satu Suro, salah satu hari yang dianggap cukup sakral bagi masyarakat Jawa.

Untuk Sedulur Yogyaku yang penasaran dengan tradisi mubeng beteng hingga sejarahnya, yuk simak informasinya di bawah ini.

Mengenal Tradisi Mubeng Beteng, Dilakukan Ketika Malam Satu Suro Tiba

Tradisi mubeng beteng saat malam satu suro, Sumber: travel.kompas.com
Tradisi mubeng beteng saat malam satu suro, Sumber: travel.kompas.com

Secara umum, tradisi Mubeng Beteng merupakan salah satu tradisi Keraton Yogyakarta yang diselenggarakan ketika malam 1 Suro pada penanggalan Jawa. Bagi yang belum tahu, malam satu Suro sendiri bertepatan dengan malam tahun baru Islam pada Kalender Hijriah.

Sesuai dengan namanya, prosesi utama dari tradisi Mubeng Beteng adalah mubeng atau mengelilingi benteng atau beteng dari Keraton Yogyakarta. Meskipun terlihat cukup sederhana, namun sebenarnya tradisi ini memiliki makna dan filosofi yang cukup mendalam lho.

Awalnya, tradisi ini hanya dilakukan oleh Abdi Dalem Keraton Yogyakarta, namun semakin kesini semakin banyak kalangan terpilih hingga masyarakat biasa mulai bisa mengikuti prosesinya.

Seperti kebanyakan tradisi penting lainnya, Mubeng Beteng juga menjadi tradisi tahunan yang digelar oleh Keraton Yogyakarta. Namun, pada tahun 2020 hingga 2022, tradisi ini sempat libur digelar karena merebaknya pandemi Covid 19.

Mengulik Sejarah Singkat Tentang Tradisi Mubeng Beteng

Budaya mubeng beteng yang penuh filosofi, Sumber: dijogja.co
Budaya mubeng beteng yang penuh filosofi, Sumber: dijogja.co

Seperti kebanyakan tradisi lainnya, Mubeng Beteng juga memiliki sejarahnya tersendiri. Nilai sejarah inilah salah satu alasan mengapa tradisi ini masih terus dipertahankan hingga saat ini meskipun biasanya ada beberapa prosesi yang mengalami perubahan.

Menurut laman resmi Dinas Kebudayaan Yogyakarta, tradisi ini dahulunya merupakan upacara kenegaraan yang resmi di Keraton Ngayogyakarta Hadiningrat. Ketika melaksanakannya, para Abdi Dalem lah yang bertugas sesuai mandat dari Sri Sultan Hamengkubuwono yang sedang memimpin.

Seiring dengan berjalannya waktu, tradisi ini pun semakin terbuka untuk kalangan tertentu dan masyarakat umum. Salah satu puncaknya adalah pada tahun 2017, prosesi upacara tradisi ini dilepas setelah mendapatkan izin dari GKR Mangkubumi yang merupakan putri Sri Sultan Hamengkubuwono X.

Tradisi ini sendiri awalnya terinspirasi dari perjalanan suci rombongan Nabi Muhammad yang berhijrah dari Mekkah ke Madinah. Perjalanan tersebut bukanlah perjalanan yang mudah, melainkan penuh dengan perjuangan, keprihatinan dan tidak jarang dihiasi oleh air mata.

Dalam perjalanan tersebut, Nabi Muhammad dan rombongannya tidak menggunakan alas kaki sama sekali. Hal ini juga menjadi inspirasi dan landasan dalam melakukan Mubeng Beteng ini.

Tata Cara Pelaksanaan Tradisi Mubeng Beteng

Mubeng beteng, tradisi yang cukup sakral, Sumber: inibaru.id
Mubeng beteng, tradisi yang cukup sakral, Sumber: inibaru.id

Seperti yang sudah sedikit disinggung tadi, pelaksanaan tradisi ini bisa dikatakan cukup sakral. Upacara dimulai dengan Abdi Dalem yang melantunkan tembang macapat di Keben Keraton Ngayogyakarta. Dalam tembang tersebut terselip harapan dan doa agar selalu hidup dengan baik.

Dalam pelaksanaan mubeng beteng, rute yang harus ditempuh sekitar 4 km. Rute tersebut adalah Bangsal Pancaniti, Jalan Rotowijayan, Jalan Kauman, Jalan Agus Salim, Jalan Wahid Hasyim, Suryowijayan, Pojok Beteng Kulon, hingga terus berakhir di Alun-alun Utara Yogyakarta.

Namun, sebelum para peserta mulai jalan berkeliling, biasanya tradisi ini juga diisi dengan pembacaan doa akhir dan awal tahun, doa bulan Suro, hingga prosesi pemberian restu oleh petinggi Keraton Yogyakarta.

Jika beruntung, dalam pelaksanaan prosesi ini Anda juga bisa melihat Pusaka Keraton Jogja yang selama ini dijaga dengan sangat baik oleh Abdi Dalem. Namun, sebaiknya jangan terlalu berharap.

Makna yang Terkandung dalam Tradisi Mubeng Beteng

Mubeng beteng yang merupakan budaya Keraton Yogyakarta, Sumber: klikers.id
Mubeng beteng yang merupakan budaya Keraton Yogyakarta, Sumber: klikers.id

Sebelumnya sudah disebutkan bahwa budaya Mubeng Beteng memiliki makna dan filosofi yang cukup mendalam. Bagi yang belum tahu, tradisi ini termasuk dalam tirakatan Lampah Latri. Yang mana prosesinya menjadi satu makna berupa munajat kepada Allah SWT.

Dalam menjalankan prosesi ini, setiap peserta harus melewati berbagai macam ujian yang berat. Mulai dari tidak menggunakan alas kaki, tidak makan dan minum, puasa berbicara, hingga tidak boleh merokok.

Tujuan dari larangan tersebut adalah agar Anda sebagai manusia bisa merenung, merasakan keprihatinan, hingga introspeksi diri tentang kehidupan dan apa yang sudah dilakukan selama satu tahun terakhir.

Dengan larangan tersebut, semua peserta yang ikut juga seakan tidak memiliki perbedaan derajat dan jenjang tertentu. Seakan menandakan bahwa di mata Allah SWT, semua umat-Nya terlihat sama, yang membedakan adalah amal ibadah dan maksud baik di dalam hati masing-masing.

Inilah mengapa prosesi mubeng beteng biasanya dilakukan secara khidmat dan sepi hampir tanpa suara meskipun para pesertanya bisa dikatakan cukup banyak. Dengan suasana tersebut, setiap peserta diharapkan bisa lebih bercermin dan berusaha menjadi manusia yang lebih baik lagi.

Itulah informasi tentang tradisi Mubeng Beteng, salah satu tradisi yang masih dijaga hingga saat ini meskipun mendapatkan beberapa perubahan demi bisa mengikuti perkembangan zaman.

Selain dari tradisi yang sudah disebutkan tadi, Kota Jogja tentu masih memiliki tempat, daya tarik dan potensi lain yang tidak kalah menariknya. Contohnya saja Desa Wisata Sosromenduran yang semakin kini semakin ramai pengunjung.

Jadi, Anda yang memiliki rencana untuk berlibur ke Jogja tidak perlu merasa khawatir akan kehabisan tempat tujuan dan aktivitas untuk dicoba!