Bagi masyarakat Jogja dan Jawa, puasa dan lebaran bukan hanya sekadar saat untuk bermaaf-maafan saja. Namun, ada cukup banyak kebiasaan dan tradisi yang menyertainya. Salah satunya adalah upacara tumplak wajik.
Upacara yang satu ini bisa dikatakan sebagai penanda datangnya Grebeg Syawal, sebab waktu pelaksanaannya memang sesaat sebelum Grebeg Syawal dimulai. Seperti tradisi lainnya, upacara adat Yogyakarta ini juga sangat menarik untuk diikuti dan akan memberikan pengalaman berbeda.
Langsung saja, berikut ini beberapa informasi berkaitan dengan upacara tumplak wajik yang perlu Sedulur Yogyaku pahami!
Mengenal Upacara Tumplak Wajik, Salah Satu Tradisi yang Masih Dipertahankan Hingga Kini
Bagi masyarakat Jogja, Grebeg Syawal tentu sudah menjadi salah satu acara dan tradisi yang sangat umum didengar. Namun sebenarnya, ketika Grebeg Syawal akan segera dilaksanakan, ada ritual lain yang tak kalah penting yang sering digelar, yakni upacara tumplak wajik.
Dimana, salah satu tradisi lebaran di Jogja ini akan diawali dengan pembuatan lima gunungan yang bahan utamanya adalah hasil dari kekayaan bumi. Dan biasanya diolah menjadi makanan tradisional yang khas.
Seperti dengan namanya, upacara tumplak wajik memiliki inti menata wajik untuk landasan yang akan dibuat. Namun, tak hanya menata, ketika proses menata biasanya akan diiringi dengan permainan gejog lesung.
Wajik yang sudah ditata tadi akan dimasukkan ke dalam suatu wadah besar, dan kemudian dibalikkan oleh Abdi Dalem Keraton Yogyakarta.
Bagi yang belum tahu, wajik merupakan olahan makanan dari beras ketan yang memiliki cita rasa manis dan legit. Biasanya, olahanan makanan ini sering ditemui di pesta pernikahan dan lain sebagainya.
Untuk pelaksanaannya, upacara tumplak wajik biasanya dilaksanakan di halaman Magangan Kraton Yogyakarta pada sore hari, tepatnya pada pukul empat sore, dua hari sebelum Grebeg dilakukan.
Upacara tersebut dimulai dengan kesenian gejog lesung yang biasanya dilakukan oleh orang kepercayaan seperti abdi dalem yang berjumlah delapan orang, yang akan terus dimainkan hingga penataan selesai.
Prosesi selanjutnya dari upacara ini adalah melakukan doa, yang biasanya dipimpin oleh seorang Abdi Dalem Kaji. Selanjutnya, Abdi Dalem Konco Abang akan memapah wajik tadi menuju ke kerangka gunungan puteri.
Prosesi selanjutnya yang juga dilakukan adalah pengolesan dlingo bengle, yang dilakukan oleh Abdi Dalem Perempuan.
Selain karena nilai budaya dan tradisi yang unik, suara dan permainan gejog lesung yang mengiringi prosesi di atas juga menjadi daya tarik tersendiri. Sehingga, tidak sedikit orang yang sengaja ingin melihat upacara ini karena ingin menonton pertunjukan gejog lesung.
Bagi Sedulur Yogyaku yang belum tahu, dlingo bengle merupakan parutan empon-empon yang biasanya berwarna kuning. Warga yang berada di luar dan menonton upacara tumplak wajik ini biasanya akan meminta dlingo bengle tersebut.
Hal tersebut dikarenakan masih banyak warga yang percaya bahwa mendapatkan dlingo bengle dari prosesi ini akan mendatangkan berkah, dan perasaan bahagia tersendiri.
Sebagai informasi tambahan, upacara yang biasanya digelar secara rutin setiap tahunnya pernah absen selama dua tahun berturut-turut. Alasannya karena Covid-19 yang tidak memungkinkan acara ini digelar.
Apa Tujuan Tumplak Wajik Dilakukan?
Setiap kebiasaan atau tradisi yang masih dilestarikan hingga kini biasanya memiliki alasan dan tujuannya tersendiri. Tidak berbeda dengan upacara tumplak wajik ini. Sebagian masyarakat sekitar percaya bahawa upacara ini memiliki makna spiritual yang dalam.
Salah satu tujuan utama dari diadakannya upacara ini adalah meminta agar dihindarkan dari hal buruk seperti bencana, dan juga memohon keselamatan.
Selain itu, ternyata tujuan upacara tumplak wajik yang jarang disadari adalah sebagai sarana untuk memperkuat persatuan dan rasa kebersamaan. Seperti yang diketahui, prosesi menyusun wajik, hingga permainan gejog lesung harus dimainkan bersama-sama.
Pelaksanaan upacara seperti ini juga dipercaya untuk memperkaya dan melestarikan warisan budaya, yang sudah ada sejak bertahun-tahun lalu dari para leluhur. Memang, sejarah tumplak wajik tidak bisa dikatakan sebentar dan sudah ada sejak puluhan tahun yang lalu.
Jika ditilik lebih jauh lagi, adanya upacara tumplak wajik juga bisa disebut sebagai salah satu simbol berlimpahnya hasil bumi di wilayah Jogja. Yang juga sering kali menjadi daya tarik tersendiri bagi pelancong yang berasal dari luar daerah.
Memahami Makna Dari Upacara Tumplak Wajik
Masyarakat Jawa memang terkenal memiliki tradisi yang sarat akan makna mendalam, tidak terkecuali dengan upacara tumplak wajik ini. Jika dilihat secara lahiriah, makanan wajik merupakan salah satu makanan dengan cita rasa yang nikmat, gurih dan manis.
Hal tersebut diyakini melambangkan kemakmuran, melambangkan kesejahteraan, hingga keeratan. Sebab, wajik juga memiliki ciri khas dimana setiap ketannya menempel, terlebih ketika bersentuhan langsung dengan tangan.
Selain itu, kelima gunungan yang sudah disinggung tadi berupa gunungan gepak, gunungan putri, gunungan putra, gunungan pawuhan dan gunungan darat juga akan didoakan dalam prosesnya.
Hal tersebut tentu memberikan nilai positif berkaitan dengan iman dan kepercayaan. Pada pembacaan doa, ada dua aspek utama yang di-highlight, yakni permohonan keselamatan dan rasa syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa.
Itulah informasi lengkap mengenai upacara tumplak wajik, salah satu tradisi yang ternyata memiliki makna tersendiri. Mengenal tradisi semacam ini tentu akan memberikan pengetahuan lebih bagi Sedulur Yogyaku.
Namun, jika Sedulur Yogyaku sedang mencari informasi lain seperti tempat wisata Jogja hits, maka bisa mencari rekomendasi terbaiknya di laman utama Yogyaku. Selamat berselancar!