Menyoal Aturan Siswa Tidak Boleh Tinggal Kelas

Photo of author

Ditulis oleh Adnan AY

Freelance content writer di Zeka Digital. Tertarik dengan sejarah, isu politik, peternakan dan pertanian. Belajar dan menuangkan inspirasi dari dan pada hal-hal itu membuatku lebih bersemangat.

Proses belajar menjadi satu langkah untuk menciptakan generasi berkualitas. Dimana generasi berkualitas tidak hanya soal penyediaan sumber daya manusia, namun lebih luas. Tetapi bagaimana mungkin generasi berkualitas lahir dari aturan siswa tidak boleh tinggal kelas.

Meski telah diberlakukan sejak lama, kebijakan ini masih menuai pro kontra hingga kini. Sebab aturan siswa harus naik kelas memang memiliki dampak negatif, baik bagi para guru maupun kepada siswa itu sendiri. Dan jika tidak dievaluasi, bisa jadi kebijakan ini juga berdampak buruk bagi bangsa dan negara.

Lantas apa saja dampak negatif dari penerapan aturan ini? Dan bagaimana langkah yang bisa Sedulur Yogyaku lakukan untuk menyikapi kebijakan ini? 

Cermat Menentukan Kebijakan

Menyoal Aturan Siswa Tidak Boleh Tinggal Kelas
Kebijakan siswa dilarang tinggal kelas, apakah tepat? Sumber: Freepik.com

Tidak dipungkiri dalam penentuan sebuah kebijakan selalu memicu pro dan kontra. Meski wajar, jika ada kontra yang membangun sebaiknya hal itu menjadi sarana evaluasi.

Dalam hal pendidikan, Indonesia masih harus berbenah. Sebab menurut data yang dihimpun oleh worldtop20.org, kualitas pendidikan Indonesia masih menempati urutan ke 67 dari 203 negara. Meski posisi tersebut tidaklah buruk, namun masih perlu diperjuangkan.

Untuk mengejar ketertinggalan itu, maka sebaiknya pihak terkait cermat dalam menentukan kebijakan. Sebab dari berbagai kebijakan dalam dunia pendidikan, hingga saat ini masih belum memberikan perubahan signifikan.

Tidak hanya soal kurikulum yang terus berubah-ubah, namun juga yang terkait dengannya. Sebab sejak diberlakukan siswa tidak boleh tinggal kelas, seakan dampak negatif bermunculan darinya. 

Imbasnya sekolah yang ada dalam naungan pemerintah seakan meredup. Posisinya seakan tergeser dengan sekolah swasta. Terutama sekolah swasta yang bertemakan sekolah boarding school. Dimana meski siswa tidak tinggal sekolah, mereka tetap mendapat ilmu tambahan.

Aturan siswa tidak boleh tinggal kelas pun seakan menjadi boomerang bagi para guru. Sebab para guru telah bekerja keras menentukan kompetensi dasar dan standar kelulusan, namun seakan percuma. Toh ketika ada siswa yang tidak mencapai standar tetap saja naik kelas dan lulus.

Maka tidak mengherankan banyak guru yang bingung melihat hal ini. Meskipun itu guru sekolah dasar, tetap seakan jerih payah mereka menjadi sia-sia. Percuma menentukan berbagai komponen pembelajaran, namun mereka harus patuh pada aturan dengan menaikkan siswa.

Dampak Negatif bagi Siswa

Menyoal Aturan Siswa Tidak Boleh Tinggal Kelas
Dampak negatif bagi siswa, Sumber: Freepik.com

Aturan siswa tidak boleh tinggal kelas memiliki dampak negatif, baik itu bagi guru dan siswa. Dan berikut adalah beberapa dampak negatifnya bagi siswa:

1. Etos Kerja Menurun

Untuk berhasil mencapai target suatu pekerjaan dibutuhkan etos kerja yang tinggi. Semakin tinggi etos kerja penduduk suatu negara, maka semakin tinggi pula potensi untuk bersaing dengan negara lain.

Bagi seorang manusia, etos kerja perlu ditanamkan sejak dini. Langkah yang cukup efektif untuk membangun etos kerja adalah dengan memberikan target tertentu. Yakni target yang disesuaikan dengan jenjang usia mereka.

Dalam dunia pendidikan, batas nilai kriteria ketuntasan minimal (KKM) adalah perwujudan dari target. Dimana setiap siswa mestinya mencapai batas nilai KKM tersebut untuk bisa naik kelas. Jika tidak mencapai target, keputusan tidak naik kelas memang sebaiknya diberikan.

Dengan demikian etos kerja pada siswa akan muncul. Selain memiliki mental yang kuat, psikologis mereka juga positif. Sebab memiliki daya juang untuk menyelesaikan sesuatu.

2. Kehilangan Daya Saing

Selain etos kerja, untuk menuju keberhasilan yang maksimal seorang manusia juga membutuhkan daya saing. Dan rasa daya saing perlu ditanamkan sejak usia sekolah.

Meski pemerintah telah mengusahakan hal itu dengan penerapan kurikulum nasional, namun seakan mustahil untuk tercapai. Sebab jika siswa mudah naik kelas, jiwa bersaing mereka akan terus menurun. Efeknya jika terus menerus dibiarkan, lambat laun akan hilang.

3. Tidak Ada Motivasi Belajar

Dan yang juga tidak kalah buruk dari penerapan aturan siswa tidak tinggal kelas adalah hilangnya motivasi belajar. Sebab mereka akan terus naik meski mendapat hasil belajar yang buruk, mereka akan belajar semaunya.

Hal ini tentu begitu buruk bagi seorang siswa. Dengan kenyataan mereka yang masih anak-anak, dunia mereka lebih banyak untuk bermain. Tanpa didorong untuk belajar, maka waktu-waktu mereka akan habis untuk bermain.

Sedangkan jika ada aturan siswa tinggal kelas, setidaknya akan tumbuh rasa malu dalam diri mereka. Dan itu menjadi pemicu semangat tersendiri bagi anak untuk terus belajar. Di sinilah pentingnya reward dan punishment dalam berbagai hal, termasuk dalam dunia pendidikan.

Menyikapi Penerapan Kebijakan

Menyoal Aturan Siswa Tidak Boleh Tinggal Kelas
Bagaimana sikap dalam kebijakan ini? Sumber: Freepik.com

Bagi orang tua yang kontra terhadap aturan siswa tidak boleh tinggal kelas, tentu perlu cara untuk menyikapinya. Dan berikut langkah yang bisa dijadikan referensi:

1. Pertegas Kebijakan Aturan Rumah

Setiap rumah tangga yang sadar akan pentingnya tujuan, tentu akan memiliki aturan khusus dalam rumah tangga. Dimana setiap anggota keluarga wajib terikat dengan aturan itu. 

Dengan adanya aturan dari pemerintah yang terus menaikkan siswa terutama siswa SD, maka perlu mempertegas aturan di rumah. Khususnya orang tua tetap bisa menetapkan target-target tertentu pada anaknya. Dimana setiap target tersebut harus diselesaikan dalam setiap jenjang usia mereka.

Meski hal ini berat, orang tua bisa menyiapkan apresiasi dan hukuman. Jika mencapai target orang tua bisa memberikan apresiasi berupa sesuatu yang disukai anak. Dan bila gagal bisa memberi hukuman yang mendidik dan membangun.

2. Selektif Memilih Sekolah

Selanjutnya untuk menyikapi hal ini orang tua bisa selektif memilihkan sekolah bagi buah hati. Jika beragama Islam bisa mengutamakan sekolah berbasis Islam bagi sang buah hati.

Meski dengan aturan yang sama, saat ini sering dijumpai sekolah yang saling bersaing untuk mendapat peserta didik. Terlebih jika itu adalah sekolah swasta. Biasanya mereka menyediakan program-program tertentu yang tidak dimiliki sekolah lain.

Saat orang tua selektif memilihkan sekolah bagi buah hati, maka mereka akan mendapat kompetensi tambahan. Meskipun mereka nantinya tetap naik kelas, setidaknya mereka mendapat pengalaman dari program yang diajarkan.

Nah itulah ulasan terkait aturan siswa tidak boleh tinggal kelas. Setiap orang tua perlu menyadari bahwa masing-masing anak memiliki kompetensi unik dalam dirinya. Jika tidak diasah, maka kompetensi itu akan terkubur sia-sia. Lalu bagaimana kompetensi itu bisa terasa jika tidak ada rintangan yang dilalui?