Sunat atau khitan adalah tindakan medis yang penting bagi laki-laki. Di Indonesia sunat sering dikaitkan dengan bagian dari tradisi dan ajaran agama, namun sesungguhnya sunat juga memiliki manfaat kesehatan. Meski begitu, masih banyak orang tua bingung dengan usia ideal anak disunat. Apakah harus dilakukan saat bayi, saat masih balita, atau justru menunggu hingga usia sekolah?
Pemilihan usia ideal anak disunat sebaiknya mempertimbangkan tiga aspek: perkembangan fisik, kesiapan mental, dan keuntungan medis. Artikel ini akan mengupas tuntas rekomendasi dokter spesialis anak tentang sunat hingga tips mempersiapkan mental anak.
Mengapa Sunat Penting Bagi Anak Laki-laki?


Sunat atau khitan adalah prosedur medis yang melibatkan pengangkatan kulup atau kulit yang menutupi kepala penis. Secara medis, sunat berguna untuk mengurangi resiko infeksi saluran kencing pada bayi. Selain itu juga menurunkan kemungkinan terkena penyakit menular seksual saat dewasa.
Secara sosial atau tradisi, sunat menjadi pertanda atau simbol kedewasaan. Anak yang telah disunat lebih mudah diterima dalam masyarakat. Oleh karena itu, memilih waktu yang tepat untuk sunat akan berdampak pada rasa percaya diri sang anak.
Faktor yang Dipertimbangkan dalam Menentukan Usia Ideal Anak Disunat


Memilih usia ideal anak disunat tidak bisa dilakukan sembarangan. Tidak ada jawaban tunggal yang benar untuk semua orang, karena ada berbagai faktor medis, psikologis, dan sosial yang perlu dipertimbangkan.
1. Faktor Medis
Dari segi medis, sunat bisa dilakukan pada usia berapa pun, mulai bayi baru lahir sampai dewasa. Namun, sunat pada bayi baru lahir memiliki beberapa keuntungan. Selain lebih cepat dan mudah karena kulupnya masih tipis dan elastis, bayi memiliki toleransi nyeri yang lebih baik dan lebih cepat sembuh. Bukan malah sunat pada bayi baru lahir menyebabkan anak gagal tumbuh nantinya.
Namun ada kondisi tertentu yang tidak memungkinkan. Misalnya, bayi yang lahir prematur atau memiliki masalah kesehatan tertentu, mungkin perlu menunggu sampai kondisinya stabil. Selain itu, pada kasus kelainan bawaan pada penis, sunat juga perlu ditunda. Orang tua bisa melihat normal atau tidak perkembangan buah hatinya melalui aplikasi tumbuh kembang anak.
2. Faktor Psikologis (Kesiapan Mental)
Pada bayi, sunat cenderung tidak menimbulkan trauma psikologis karena mereka belum memahami tentang tubuh mereka dan apa yang akan terjadi jadi akan lupa. Sedangkan, pada anak yang lebih besar, usia sekolah dasar misalnya, sunat bisa menjadi pengalaman yang menakutkan dan menimbulkan kecemasan.
Akan tetapi anak yang lebih besar sudah bisa diberi pemahaman mengenai proses sunat. Mereka juga lebih mampu mengungkapkan keluhan atau rasa tidak nyaman setelah proses sunat. Melalui komunikasi dengan anak dan dukungan emosional yang baik, rasa trauma bisa dihindari.
3. Faktor Sosial Budaya
Bagi orang Indonesia yang mayoritas beragama islam, sunat dilakukan sebagai bagian dari kewajiban. Biasanya sunat dianjurkan sebelum akil baligh. Secara budaya sunat dianggap sebagai peralihan dari masa anak-anak ke masa remaja. Oleh karena itu sering dirayakan dengan upacara adat ataupun pesta yang meriah.
Beberapa menganggap sunat sebagai tradisi. Bahkan usia sunat seringkali ditentukan oleh tradisi tersebut atau kebiasaan keluarga. Harap diingat bahwa tradisi bukanlah satu-satunya faktor yang perlu dipertimbangkan. Ada kondisi medis dan psikologis yang perlu dicermati.
Dengan memeprtimbangkan berbagai faktor di atas, orang tua dapat menentukan waktu yang paling tepat. Sedulur Yogyaku bisa mempertimbangan segi kesehatan dan psikologis anak. Jangan sampai sunat dilakukan hanya karena ikut-ikutan saja teman sebayanya tanpa bertanya atau memahami kondisi anak.
Berapa Usia Ideal Anak Disunat?


Menentukan usia ideal anak disunat bergantung pada faktor-faktor yang disebutkan di atas. Tidak ada ketetapan usia sunat yang paten. Akan tetapi, bagian besar dokter setuju bahwa sunat pada bayi baru lahir memiliki keuntungan. American Academy of Pediatrics (AAP) menyatakan bahwa sunat pada bayi baru lahir aman dan memiliki manfaat kesehatan potensial.
Di Amerika Serikat, 58% sunat dilakukan pada bayi baru lahir. Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI) merekomendasikan usia 7 hari hingga 3 bulan. Namun, banyak orang tua juga memilih menyunat anak saat usia 5-7 tahun, menjelang masuk sekolah dasar. Pertimbangannya karena anak sudah bisa diajak komunikasi dan mampu menjaga kebersihan lukanya.
Tips Mempersiapkan Anak untuk Sunat


Sedulur Yogyaku tentu pernah dengar cerita anak ketakutan menangis atau tantrum sebelum sunat. Lalu berakhir dengan anak tidak jadi sunat. Nah, sebagai orang tua, tentu Sedulur Yogyaku tidak ingin hal ini terjadi pada anak, kan?
Agar proses sunat berjalan lancar dan anak merasa lebih siap, orang tua bisa melakukan beberapa persiapan sejak jauh hari. Persiapan ini tidak hanya bersifat fisik, tapi mental dan emosional. Berikut beberapa tips yang dapat dilakukan:
- Jelaskan dengan bahasa sederhana mengenai sunat, alasan perlu dilakukan, dan bagaimana prosesnya.
- Gunakan media ramah anak seperti tonton video edukatif atau buku cerita yang menceritakan tentang proses sunat secara menyenangkan.
- Lakukan sunat saat anak sedang libur sekolah agar ia memiliki waktu pemulihan yang cukup
- Siapkan celana dan pakaian yang nyaman atau membawa mainan favorit saat ke klinik untuk menurunkan ketegangan
- Berikan dukungan dan semangat sebelum dan sesudah prosedur.
- Hindari janji memberi hadiah besar.
Dengan persiapan yang cukup dan dukungan ke anak, sunat bukan lagi jadi momok, tapi hal yang berkesan untuk si kecil. Tips-tips tersebut dapat dilakukan untuk membuat anak lebih siap fisik dan mental. Namun begitu, pada akhirnya orang tualah yang lebih memahami kesiapan anak.